Rinto menambahkan, pelaksanaan PKS dinilai efektif untuk menekan gangguan keamanan yang berpotensi mengganggu operasional hulu migas. Beberapa gangguan ini adalah pencurian peralatan operasi, illegal drilling dan illegal tapping, penyerobotan lahan operasi, serta masalah-masalah sosial di sector hulu migas.
"Penanganan yang komprehensif melibatkan berbagai instansi sangat dibutuhkan, ada permasalahan ekonomi dan sosial yang membutuhkan peran instansi lain, agar tindakan tegas yang telah dilakukan aparat keamanan menjadi lebih efektif. Jumlah 4.500 sumur illegal drilling yang teridentifikasi di seluruh Indonesia menunjukkan kompleksinya persoalan ini dan membutuhkan penyelesaian tidak hanya dari aspek penindakan hukum," ujar Rinto.
Upaya lain, adalah dengan membentuk tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal, serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal. Terakhir, diskusi hasil kajian dan konsep Perpres serta Permen Menteri ESDM telah dibahas bersama Itjen ESDM, Setjen ESDM, Ditjen Migas, Polda Jambi, dan KemenkoPolhukam RI.
Sementara itu, Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagsel, Andi Arie Pangeran mengatakan banyak hal sebenarnya yang bisa diungkap dari penanganan illegal drilling.
“Bagaimana peran dari masing-masing sektor dalam kerangka illegal drilling ini,” ujarnya. Harapan kita bersama, kata Aap, adalah sinergi dan kontribusi dari semua pihak. Sehingga harapan dapat tercapai untuk memenuhi kemaslahatan banyak orang.
“Kita juga berharap agar pemerintah dapat segera mengeluarkan aturan untukkegiatan illegal drilling sehingga ada kejelasan akan dibawa ke arah mana,” ujarnya.
Aap menegaskan, sejauh ini kontribusi dan retribusi juga tidak ada terhadap masyarakat. Malah mengarah pada kerusakan lingkungan di sekitar wilayah kerja illegal drilling. (*/rib)