MATARAM, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Kasus guru ngaji mencabuli anak muridnya kembali terjadi.
Kali ini kejadiannya di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hingga saat ini, sedikitnya tujuh anak menjadi korban aksi cabul seorang guru mengaji.
Dari hasil penyelidikan, polisi telah menemukan alat bukti kasus tindak pidana asusila yang mengarah kepada tersangka SA.
BACA JUGA:Brigjen Hendra Kurniawan Sempat Melihat Mayat Brigadir J
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Gunung Kerinci Erupsi, Semburkan Abu Vulkanik Capai 700 Meter
Kapolresta Mataram Kombes Pol Mustofa mengungkapkan, bahwa korban kejahatan dari si guru ngaji cabul yang berinisial SA (56) ini bukan santri di tempatnya memberikan pengajaran seperti dikutip dari JPNN.com
Korban rata-rata masih berusia 7 tahun. Perbuatan cabul si guru mengaji SA ini terungkap setelah orang tua dari dua korban melapor ke Polresta Mataram.
Mustofa menjelaskan bahwa penyidik mendapatkan alat bukti tersebut dari keterangan korban, saksi dari pihak lingkungan, maupun hasil visum rumah sakit.
Dengan adanya temuan alat bukti tersebut, pihak kepolisian melakukan gelar perkara, kemudian menyimpulkan bahwa perbuatan SA telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum.
BACA JUGA:Presidensi G20, Indonesia Jaga Konektivitas Global Negara Maju – Negara Berkembang
BACA JUGA:Analis Prediksi Harga Emas akan Kembali Menguat
Tersangka SA pun ditetapkan sebagai tersangka pada hari Jumat 14 Oktober 2022.
Hal ini, kata dia, telah ditindaklanjuti dengan penahanan di Rutan Polresta Mataram. Melihat usia korban yang masih belia, kepolisian menduga bahwa si guru cabul ini mengidap pedofilia.
Untuk membuktikan dugaan tersebut, penyidik Polresta Mataram meminta bantuan psikolog untuk mengecek kesehatan mental si guru mengaji cabul.
Langkah tersebut juga bisa menguatkan alat bukti yang sudah menetapkan si guru ngaji cabul SA sebagai tersangka.
BACA JUGA:Gubernur Jambi Al Haris Terus Upayakan Selesaikan Permasalahan Angkutan Batu Bara
BACA JUGA:Kentut hingga Sendawa Sapi akan Dikenakan Pajak di Selandia Baru
Sebagai tersangka, SA dikenai Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76D dan/atau Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo. UU No. 17/2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2002.
"Sesuai dengan aturan pidana yang kami sangkakan, tersangka SA terancam hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda Rp 5 miliar," ujarnya. *