MUARASABAK, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Karena dianggap telah melakukan perbuatan yang sangat keji dan berkemungkinan akan kembali mengulangi hal yang sama di kemudian hari, pihak Kejari Tanjab Timur sebagai penggugat bertindak cepat dengan cara mengajukan perkara perdata pencabutan kekuasaan sebagai orang tua atau perwalian tergugat atas nama Antoni (46) terhadap kelima anak perempuannya di Pengadilan Agama (PA) Muara Sabak.
Hal ini didasari karena ulah pelaku yang telah tega memperkosa anak kandungnya sendiri berulang-ulang kali.
Dan pada saat peristiwa tersebut terjadi, korban yang merupakan anak pertamanya yang masih duduk di bangku SMA itu juga berada di bawah ancaman senjata tajam.
Ini juga sebagai bentuk perlindungan negara terhadap anak-anak agar terhindar dari perbuatan yang dapat menyakiti mereka, terutama dari orang-orang terdekatnya yang bisa menjadi predator berbahaya untuk mereka.
Hafiezd selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Tanjab Timur dalam pres realistnya mengatakan, sidang perkara perdata ini sendiri telah sampai pada tahap putusan dan apa yang menjadi gugatan yang dilayangkan oleh pihak Kejari Tanjab Timur telah dikabulkan oleh pihak PA Muara Sabak.
"Adapun amar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim yaitu, menyatakan tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk datang ke persidangan tidak hadir. Mengabulkan gugatan penggugat dengan verstek," ucapnya.
Untuk amar putusan selanjutnya yaitu, mencabut kekuasaan sebagai orang tua atau perwalian atas anak berinisial RG, NNS, ASM, SK serta SPA dari tergugat yang bernama Antoni.
"Kemudian, menyatakan kelima anak perempuan tersebut berada dalam kekuasaan dan perwalian ibunya atas nama Yatini, serta menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 605 ribu," ungkapnya.
BACA JUGA:Segini Dana yang Digelontorkan untuk Jalan Alternatif Simpang Karmeo-Kilangan Kabupaten Batanghari
Hafiezd menuturkan, latar belakang pihak Kejari Tanjab Timur mengajukan gugatan perdata tersebut berawal dari adanya perbuatan pidana dalam kasus persetubuhan yang dilakukan oleh tergugat terhadap anak kandungnya sendiri dan juga disertai dengan ancaman senjata tajam.
"Saat ini tergugat juga sudah mendekam di penjara dan kasus pidana tersebut juga sudah putus atau inkrah, dengan putusan 19 tahun 6 bulan penjara. Dan ini merupakan kasus di tahun 2021 kemarin," tuturnya.
Ia juga menyebutkan, sebelum mengajukan perkara perdata pencabutan kekuasaan sebagai orang tua atau perwalian terhadap anak ini ke PA Muara Sabak, pihak Kejari Tanjab Timur terlebih dahulu telah melakukan koordinasi kepada Yatini dan pihak keluarganya, untuk memastikan apakah dirinya tidak berkeberatan jika gugatan ini dilayangkan ke pihak PA Muara Sabak.
"Ibu korban, dalam hal ini Ibu Yatini tidak berkeberatan dan menyetujui terhadap gugatan tersebut. Atas dasar itu, kemudian pada tanggal 25 Oktober 2022 kemarin, kami mengajukan gugatan itu," sebutnya.
Bukan sampai disitu saja, Kejari Tanjab Timur juga menggandeng pihak Dinas Sosial PPPA Kabupaten Tanjab Timur dalam setiap proses perkara ini.
Keluarga ini sendiri beralamat di Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjab Timur. Untuk korbannya yaitu anak pertama tergugat yang berusia 15 tahun yang masih duduk di bangku SMA.
"Tergugat ini punya anak lima orang, dan semuanya perempuan. Anaknya yang paling kecil baru berusia satu tahun. Maka dari itu, kami berinisiatif mencabut kekuasaan orang tua tersebut untuk melindungi anak-anaknya agar kasus yang serupa tidak terulang lagi," ujar Kasi Datun ini.
Dirinya menjelaskan, saat ini, pihak Kejari Tanjab Timur masih menunggu hingga 14 hari sampai putusan tersebut inkrah. Sebab, hingga kini belum diketahui apakah ada tanggapan dari pihak tergugat.
BACA JUGA:Macet Parah Lagi di Tembesi, Kemas Alfarabi Minta Pemprov Hentikan Operasional Angkutan Batu Bara
"Dalam perkara ini, terkait nafkah dan hak apapun anak-anaknya dari bapaknya tidak dihilangkan. Yang dihilangkan hanya hak bapaknya kepada anaknya, agar tergugat tidak bisa lagi mendekati keluarganya," jelasnya.
Sedangkan terkait hubungan suami istri antara tergugat dan ibu korban, pihak Kejari Tanjab Timur tidak mengetahui sejauh itu. Apakah keduanya masih berstatus sah sebagai suami istri atau sudah bercerai. "Terkait hal itu kami tidak tahu, karena tidak masuk dalam gugatan kami," singkatnya.
Putusan dalam gugatan yang diajukan oleh pihak Kejari Tanjab Timur juga ditujukan hingga proses perwalian antara tergugat terhadap kelima anak perempuannya tersebut.
"Putusan itu juga sampai ke perwalian. Jadi, salah satu pertimbangan kita juga kan, pada saat anaknya menikah nanti, terutama anak pertama yang jadi korban itu. Kita membayangkan beban psikologis anak ini pada saat dinikahkan oleh bapaknya yang sudah melakukan perbuatan keji tersebut kepadanya," urainya.*