Oleh : Noviardi Ferzi
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Utang itu segunung, hingga 30 September 2022 saja mencapai Rp 7.420,47 triliun, setara dengan 3 tahun APBN, prosentasenya mencapai 39,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini naik dibandingkan dengan rasio Agustus 2022 yang mencapai 37,9%.
Meski pemerintah beragumen bahwa peningkatan utang masih dalam batas aman dan wajar, namun yang nama utang tetap memiliki resiko. Apa risikonya ? banyak, salah satunya gagal bayar atau minimal ruang fiskal APBN menjadi terbatas, jika ini terjadi pilihan pemerintah tak banyak selain menaikkan pajak dan harga BBM. Risiko ini sudah terjadi.
Bank Dunia sendiri sebagai pemain utama keuangan global telah meminta Pemerintah Indonesia dan sejumlah negara mewaspadai risiko utang swasta nonkeuangan yang jatuh tempo pada 2022 dan 2023. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki utang swasta dengan mata uang asing tertinggi dibandingkan utang pemerintah.
Saat ini terdapat 60 persen dari utang yang akan jatuh tempo dalam mata uang asing, membuat perusahaan khususnya rentan terhadap depresiasi nilai tukar.
BACA JUGA:Peduli Cianjur, Polda Jambi Kirimkan Tim Medis Bantu Masyarakat
BACA JUGA:Nasib Bharada E dalam Persidangan Tergantung Kesaksian Kuat dan Ricky
Utang pemerintah di September didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.607,48 triliun atau sekira 89,04%. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp 812,99 triliun atau 10,96%.
Porsi penarikan utang dari SBN terdiri dari domestik senilai Rp 5.242,33 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp 4.254,15 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 998,17 triliun.
Kemudian untuk valas mencapai Rp 1.365,15 triliun, terdiri dari SUN Rp 1.027,39 triliun dan SBSN Rp 337,77 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 16,02 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 796,97 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp260,05 triliun, multilateral Rp492,30 triliun, dan commercial banks Rp 44,63 triliun.
BACA JUGA:IKA FH UNJA Siap Bersinergi Membangun Kampus
Soal rasio utang terhadap PDRB, sejak 2012 hingga 2022, terjadi peningkatan rasio utang terhadap PDB. Pada 2015, outstanding utang pemerintah mencapai Rp 3.165 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27,4%. Kemudian pada 2018 akumulasi utang pemerintah menjadi Rp 4.220 triliun atau setara dengan 29,8% terhadap PDB dan 38,3 persen mencapai per Agustus 2022.
Kembali pada risiko atas utang negara yang menggunung saat ini, Indonesia gagal membayar utang (default), risiko besar yang menjadi ancaman pada kedaulatan RI.