Meskipun kedudukannya adalah Inggris, bantal guling ini diadaptasi oleh bangsa Belanda dan juga bangsa Inggris untuk membantu memenuhi kebutuhan tidur yang lebih nyaman.
BACA JUGA:Tips Agar Dapur Terhindar dari Aroma yang Tak Sedap
Penggunaan bantal guling ini kemudian menyebar di Hindia dan menjadi bagian dari kebiasaan tidur masyarakat setempat.
Guling ini berasal dari kebudayaan Indisch abad ke-18 dengan pengaruh budaya Eropa, Indonesia, dan China. Pada awalnya, bantal guling ini lebih banyak digunakan oleh kalangan atas atau orang kaya.
Sejarawan Amerika Serikat bernama Abbot juga memberikan pandangannya tentang bantal guling dalam bukunya berjudul "A Jaunt in Java" (1857).
Abbot menjelaskan bahwa bantal guling, saat diletakkan di bawah kaki atau tangan, membantu mencegah kontak terlalu panas dengan kasur, terutama di iklim tropis.
BACA JUGA:Deretan Zodiak ini Punyai Sifat Tak Bagus, Tak Mau Akui Kesalahan Sendiri
BACA JUGA:Update Harga Emas Pegadaian Hari Minggu 20 Agustus 2023, USB dan Antam Turun hingga Rp 3.000
Selain itu, kenyamanan yang diberikan oleh bantal guling sangat cocok dengan kondisi lingkungan yang ada di Indonesia.
Di Asia Timur, terdapat bentuk bantal yang mirip dengan guling, tetapi penggunaan dan bahan materialnya berbeda dari yang ada di Indonesia.
Di Indonesia, bantal guling digunakan dengan cara dipeluk untuk memberikan kenyamanan ekstra saat tidur.
Di masa lalu, seperti pada zaman Dinasti Goryeo, bantal yang mirip dengan guling juga dikenal dengan berbagai nama seperti jukbuin, chikufujin, atau zhufuren.
BACA JUGA:Karyawan PT KAI jadi Tersangka Teroris, Senpi Ilegal Dibeli di Bekasi dari Orang Ini
BACA JUGA:Pabrik Kelapa Sawit Bunut Diduga Sengaja Buang Limbah ke Sungai, Warga Lapor ke DLH Muaro Jambi
Bantal ini terbuat dari anyaman bambu yang tergulung dan digunakan sebagai alas agar kaki tidak melekat pada kasur.