JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Proyek KF-21 Boramae, sebuah program pengembangan pesawat tempur canggih, telah menjadi sumber kontroversi antara Indonesia dan Korea Selatan.
Meskipun upaya diplomatik telah dilakukan untuk meredakan ketegangan, situasi ini tampaknya semakin memanas dengan berbagai tuduhan dan ketidaksepakatan.
Sebagai rekanan dalam proyek ini, Indonesia memiliki posisi yang setara dengan Korea Selatan.
Namun, ada masalah yang belum terselesaikan antara kedua negara terkait proyek ini.
BACA JUGA:Wajib Ditiru, Ini 6 Tips Mengatur Keuangan Ala Tionghoa, Hemat hingga Disiplin Menabung
BACA JUGA:Wow, Ini 2 Zodiak yang Paling Mudah Berbaur dan Humble dengan Orang Baru, Kamu Termasuk?
Salah satunya adalah kewajiban Indonesia untuk membayar iuran sebesar 20 persen dari total biaya proyek KF-21 Boramae.
Indonesia dianggap telah berkali-kali menunggak pembayaran yang seharusnya dilakukan pada bulan Juli 2023.
Namun, Indonesia tidak hanya menolak membayar iuran, tetapi juga menuduh Korea Selatan tidak memenuhi janji untuk mentransfer teknologi terkait KF-21 Boramae.
Menurut perjanjian awal, Indonesia seharusnya mendapatkan transfer teknologi secara penuh terkait pesawat tempur ini.
BACA JUGA:5 Pinjol untuk Mahasiswa: Cicilan Ringan, Bunganya Rendah, Limit Hingga Rp10 Juta
BACA JUGA:4 Shio dalam Astrologi Tionghoa yang Punya Keinginan Keras dalam Meraih Impian
Namun, masalah muncul karena Amerika Serikat, yang juga terlibat dalam proyek ini, melarang Indonesia mengakses sebagian teknologi yang diperlukan.
Beberapa pakar militer Korea Selatan bahkan telah mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyuarakan pemecatan Indonesia dari proyek KF-21 Boramae.
Mereka berargumen bahwa Indonesia tidak memenuhi kewajibannya dan bahwa proyek ini dapat berlanjut tanpa partisipasi Indonesia.