BACA JUGA:6 Zodiak Perempuan yang Mengandalkan Argumen untuk Membenarkan Tindakannya, Susah Dilawan
BACA JUGA:Kejari Tanjab Barat Musnahkan Ratusan Gram Narkotika
Satu-satunya langkah hukum yang bisa ditempuh masyarakat, adalah jika penyebaran data pribadi telah dilakukan pelaku Pinpri.
"Sama saja dengan rentenir. Bisa dibilang lintah darat online atau rentenir online karena sifatnya pinjam-meminjam pribadi. Jadi (posisinya) bukan pelanggaran UU keuangan lagi tapi ITE dan PDP," jelasnya kepada detikcom, Kamis (7/9/2023).
3. Bunga Tidak Masuk Akal
Dari pantauan di sejumlah media sosial dan media arus utama, Hudiyanto mengatakan mengatakan pinpri menetapkan bunga pinjaman yang tidak masuk akal.
Jumlahnya berkisar di antara 20-30% dari total pinjaman.
Tenggat penagihan dan pengembalian pun tidak tentu.
Sebab, durasi tenggat bayar pada dasarnya mengacu pada kesepakatan antara pemberi dan peminjam.
Hudiyanto lantas menilai hal ini berbeda dengan pinjol resmi yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang rata-rata tingkat bunganya 0,4% per hari.
BACA JUGA:Di Sumsel, Ada 2.190 Aduan Konsumen Terkait Pinjol Ilegal
BACA JUGA:Kota Jambi Berasap, Dinas Pendidikan Keluarkan Edaran untuk Sekolah, Ini Isinya
"Semisal pinjam Rp 1 juta, berarti (bunganya) Rp 25.000 sehari. Kalau pinpri, ya, terserah peminjam ingin memberi angka berapa. Sifatnya kesepakatan," ungkapnya.
Husdianto pun menduga, alasan pinpri menetapkan angka bunga pinjaman begitu tinggi adalah karena tidak ada jaminan pasti seperti barang atau surat-surat berharga dari peminjam.
Satu-satunya yang menjadi jaminan adalah data pribadi.
"Itu yang diobral dan jadi pegangan kalau peminjam tidak atau lambat membayar," tegasnya. "Kami menghimbau agar masyarakat menghindari aktivitas itu. Data pribadi yang bocor bisa disalahgunakan dan menyebabkan kerugian," tutupnya.