JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, merespon terkait mundurnya politisi senior PDIP, Maruarar Sirait dari partai yang belakangan menjadi sorotan.
Pengunduran diri Ara -sapaan akrab Maruarar Sirait- dilakukan pada Senin 15 Januari 2024.
Ia pun telah mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) PDIP ke DPP PDIP dan diterima oleh Wasekjen PDIP Utut Adianto.
Dalam podcast di kanal YouTube Panangian Simanungkalit, Qodari menyoroti latar belakang Sabam Sirait, bapak dari Ara sebagai pendiri Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan sekaligus memiliki jasa besar dalam karir politik Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
BACA JUGA:Gempa Bumi Berkekuatan 4.4 Magnitudo Gunjang Tojo Una Una, Sulawes Tengah
BACA JUGA:Jalan Tanah Kampung-Sungai Penuh Masih Lumpuh
“Ara ini kan bapaknya Sabam Sirait, adalah termasuk pendiri PDI pada tahun 1973 bahkan pernah menjadi sekjen dari PDI,” ujar Qodari dalam keterangannya, dikutip Jumat 19 Januari 2024.
Dikatakan Qodari, Sabam Sirait memiliki pengaruh besar bagi karir politik seorang Megawati sehingga berhasil menjadi wakil presiden ke-8 dan presiden ke-5 di Indonesia.
“Pak Sabam itu adalah orang yang mengajak Bu Mega masuk ke PDI. Jadi PDI ini kan kalau dilihat dari ideologi adalah keberlanjutan dari PNI. Nah jadi Bu Mega itu awalnya berada di luar sistem, lalu diajak oleh Pak Sabam masuk ke dalam PDI sampai kemudian jadi anggota DPR dan jadi Ketua PDI,” ucapnya.
“Jadi kalau kemudian Bu Mega lalu jadi Ketua Umum PDIP setelah reformasi lalu PDIP meledak, lalu kemudian Bu Mega jadi wakil presiden, jadi presiden, mungkin itu tidak akan terjadi kalau gak ada Pak Sabam,” imbuhnya.
BACA JUGA:Pj Bupati Bachyuni Kunjungi TK Riyadul Huda II Bahar Selatan
BACA JUGA:Masa Tanggap Darurat Bencana di Kerinci Diperpanjang Hingga 28 Januari 2024
Lebih lanjut Qodari mengatakan, tanpa andil dari Sabam Sirait mungkin saat ini Megawati hanya akan jadi orang biasa dan tidak menemukan momentumnya menjadi tokoh besar yang disegani hingga kini.
“Jadi bisa dibayangkan kalau Pak Sabam itu tidak mengajak Bu Mega bisa jadi Bu Mega mohon maaf jadi ibu rumah tangga seumur hidupnya atau misalnya beliau tetap di partai tetapi partai politiknya dan karir politiknya tidak secemerlang apa yang terjadi,” ungkapnya.
“Kita bayangkan Bu Mega misalnya jadi kayak Rachmawati atau Sukmawati, berpartai tetapi karena gak ada momentum maka kemudian akhirnya so and so aja begitu. Dari sisi Pak Sabam ini sesuatu yang besar dan penting,” tegasnya.