IRAN, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammad Javad Zarif menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas kecelakaan helikopter yang menyebabkan tewasnya Presiden Ebrahim Raisi dan beberapa pejabat tinggi pemerintah Iran.
Zarif mengutarakan pandangannya terkait tewasnya Presiden Iran Ebrahim Raisi akibat helikopter jatuh, dalam wawancara dengan televisi pemerintah pada Senin 20 Mei 2024.
Menurut Zarif, sanksi sepihak yang dikenakan Washington terhadap Teheran berdampak buruk pada industri penerbangan sipil Iran, termasuk pelarangan penjualan suku cadang pesawat.
“Ini akan masuk dalam daftar hitam kejahatan AS terhadap rakyat Iran,” tegas Zarif.
BACA JUGA:Tidak Rinci, MK Tolak Gugatan PHPU Pileg PPP untuk Dapil Jabar
BACA JUGA:Menteri ATR: Mobil Layanan Elektronik Percepat Layanan Pertanahan
Iran akan menyelenggarakan prosesi pemakaman bagi Presiden Ebraham Raisi, Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, dan para pejabat tinggi lainnya yang tewas dalam kecelakaan helikopter tersebut pada hari Selasa, 21 Mei 2024.
Kecelakaan itu terjadi pada Minggu 19 Mei 2024 sore di daerah pegunungan di Provinsi Azerbaijan Timur, di barat laut Iran.
Setelah operasi pencarian sepanjang malam yang terhambat oleh cuaca buruk, Raisi, Amir-Abdollahian, dan para pejabat lainnya dinyatakan meninggal pada Senin pagi.
Puluhan tim penyelamat darurat dikirim ke lokasi kecelakaan untuk mencari dan mengevakuasi korban.
BACA JUGA:Gubernur Jambi Lantik Anggota Komisioner KPID Provinsi Jambi Periode 2024-2027, Ini Susunannya
Menurut Konstitusi Iran, Wakil Presiden Pertama Mohammad Mokhber akan mengambil alih kekuasaan kepresidenan sementara, dan pemilihan umum akan diadakan dalam waktu 50 hari untuk memilih presiden baru.
Kecelakaan tragis ini menambah daftar panjang insiden penerbangan di Iran yang diduga dipengaruhi oleh pembatasan dan sanksi internasional terhadap negara tersebut.
Kematian Presiden Raisi dan pejabat tinggi lainnya membawa duka mendalam bagi rakyat Iran, sekaligus menambah ketegangan hubungan antara Iran dan Amerika Serikat.