JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa lebih dari 492 orang tewas dan 1.645 lainnya terluka dalam serangan udara Israel yang menargetkan sejumlah lokasi yang diduga terkait dengan Hizbullah.
Serangan ini disebut sebagai salah satu yang paling mematikan sejak akhir perang saudara Lebanon pada 1990. Di antara korban tewas, termasuk 35 anak-anak dan 58 perempuan.
Gelombang serangan udara Israel ini memaksa puluhan ribu warga Lebanon selatan untuk mengungsi ke ibu kota Beirut.
Rentetan serangan lintas perbatasan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah.
BACA JUGA:UNJA Gelar Workshop Penguatan Komitmen Pimpinan Unit Kerja untuk Mewujudkan Zona Integritas
BACA JUGA:Cara Ampuh Menghilangkan Bau Sepatu Secara Alami
Sirene peringatan juga terdengar di Haifa, kota di Israel utara, menandakan ancaman terhadap wilayah tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pernyataannya menyatakan bahwa militer Israel sedang berupaya mengubah "keseimbangan keamanan" di perbatasan utara.
Netanyahu menegaskan bahwa operasi militer ini bertujuan untuk memperlemah infrastruktur tempur yang telah dibangun Hizbullah selama dua dekade terakhir.
Menurut Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letnan Jenderal Herzi Halevi, serangan tersebut masih merupakan bagian dari tahap awal operasi, dengan langkah-langkah selanjutnya sedang dipersiapkan.
BACA JUGA:Cara Membuat Bolu Kukus yang Lembut dan Mengembang Sempurna
BACA JUGA:Diet Sehat: Panduan Tepat untuk Menurunkan Berat Badan dengan Aman
Dalam waktu 24 jam terakhir, IDF mengklaim telah menargetkan lebih dari 1.300 sasaran Hizbullah, menjadikannya salah satu serangan terbesar sejak konflik Gaza.
Selain itu, serangan udara Israel juga menghantam Lembah Beqaa serta wilayah Beirut, terutama di daerah selatan yang dikenal sebagai basis Hizbullah.
Di sisi lain, Hizbullah merespons dengan menembakkan sekitar 35 roket ke wilayah Safed di Israel.