Dia menegaskan bahwa tanpa adanya kerugian negara yang jelas, tuduhan korupsi terhadap Maming tidak memiliki dasar.
“Jika tidak ada kerugian negara, untuk apa Maming dihukum? Vonis ini jelas-jelas salah dan tidak didukung oleh bukti yang memadai. Maming tidak seharusnya dipenjara,” ujar Yos.
Yos juga mengingatkan bahwa sistem hukum tidak boleh memaksakan hukuman jika tidak ada dasar yang jelas. Kasus Maming hanyalah salah satu contoh bagaimana hukum bisa disalahgunakan untuk menghukum seseorang tanpa bukti yang cukup.
BACA JUGA:Cara Efektif Mengatasi Hipotermia: Panduan Penting untuk Keselamatan
BACA JUGA:PLN Electric Run 2024 Banyak Diapresiasi, Begini Kata Para Juara
Prof Topo Santoso: Pengalihan IUP Sah dan Tidak Melanggar Hukum
Prof Topo Santoso menjelaskan bahwa tindakan Maming sebagai Bupati Tanah Bumbu dalam memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sepenuhnya sah dan sesuai prosedur.
Pengalihan IUP yang menjadi inti dakwaan adalah tindakan administratif yang tidak melanggar hukum, dan seluruh persyaratan legal sudah dipenuhi.
“Maming mengeluarkan izin sesuai dengan kewenangannya sebagai bupati. Pengalihan IUP ini sah secara hukum dan tidak ada pelanggaran. Tuduhan korupsi dalam kasus ini benar-benar tidak berdasar,” kata Topo dengan tegas.
Selain itu, Topo juga mengkritisi jaksa yang mencoba membangun narasi tentang adanya “kesepakatan diam-diam” dalam kasus ini. Menurutnya, tidak ada istilah kesepakatan diam-diam dalam hukum pidana, dan ini adalah contoh bagaimana hukum digunakan secara serampangan untuk menjerat Maming.
Dakwaan Dibangun di Atas Imajinasi: Hakim Gagal Menghadirkan Keadilan
Secara keseluruhan, para pakar hukum dalam eksaminasi ini sepakat bahwa dakwaan terhadap Mardani Maming tidak didasarkan pada bukti kuat.
Jaksa hanya mengandalkan asumsi, imajinasi, dan konstruksi hukum yang cacat. Bahkan, tidak ada saksi kunci yang dihadirkan untuk membuktikan adanya suap, apalagi dengan bukti nyata berupa uang suap.
Tuduhan tersebut hanya sekadar dugaan tanpa fondasi yang kuat.