Korupsi CPO dan Minyak Goreng Tak Manusiawi, Anthony Budiawan: Kejagung Wajib Usut Tuntas

Minggu 24-04-2022,07:45 WIB
Reporter : Asma
Editor : Asma

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Anthony Budiawan selaku Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies merespons keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap dan menetapkan empat orang tersangka kasus korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, minyak goreng, pada 19 April 2022.

Menurut Anthony Budiawan yang juga anggota Front Nasional Pancasila (FNP) ini, dampak korupsi pelanggaran ekspor ini mempunyai daya rusak sangat serius bagi kehidupan rakyat Indonesia.

Dia menyebut minyak goreng tiba-tiba menjadi langka, meneror kehidupan masyarakat hampir di seluruh Indonesia. Terjadi antrean panjang, pembelian dijatah hanya boleh 2 liter per penduduk, dan harus melampirkan KTP dan KK.

“Antrean panjang memerlukan waktu berjam-jam hanya untuk bisa membeli dua liter minyak goreng. Bahkan menurut kabar ada dua orang meninggal dunia akibat antrean yang sangat melelahkan,” kata Anthony, sabtu 23 April 2022.

Baca Juga: Tak Terima Diputusi Abdulmateen Dihukum Mati Usai Habisi Nuawa Sang Pacar

Baca Juga: Meski Diguyur Hujan, Warga Kualatungkal Antusias Tonton Arakan Sahur

Diketahui Empat orang tersangka dari kasus tersebut terdiri dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan pejabat dari tiga korporasi, masing-masing Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku komisaris utama PT Wilmar Nabati Utama, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair PT Permata Hijau Group, dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affair PT Musim Mas.

Selain itu, peraturan ekspor CPO ini juga terindikasi melanggar peraturan kewajiban penyediaan bahan baku dalam negeri dengan harga tertentu, yang dikenal dengan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) yang masing-masing ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah ekspor dengan harga Rp 9.300 per kg.

Untuk mengatasi tragedi minyak goreng akibat korupsi ekspor tersebut, pemerintah malah mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat luas. Pemerintah membatalkan DMO dan DPO, dan menetapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti harga pasar.

Harga kemudian melonjak dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya ditetapkan Rp 14.000 per liter menjadi sekitar Rp 24.000 hingga Rp 28.000 per liter.

Baca Juga: Ini 9 Posisi Lowongan Kerja di PLN, Tutup Pendaftaran Hingga 25 April 2022

Baca Juga: Berharap Untung Besar, Puluhan Emak-Emak di Palembang Tertipu Investasi Minyak Goreng Bodong

“Meskipun minyak goreng curah ditetapkan Rp 14.000 per liter, tetapi di beberapa daerah sulit didapat dan sering kali harganya jauh melampaui Rp 14.000 per liter," tegas Anthony.

Pada saat bersamaan dengan penghapusan DMO/DPO, pemerintah menaikkan pungutan ekspor dan bea keluar CPO yang membuat penerimaan negara naik (maksimum) 300 dolar AS per ton, kalau harga CPO mencapai 1.500 dolar AS per ton atau lebih.

Dia menilai kedua paket kebijakan ini sangat menyakitkan dan tidak adil. Menurut dia, kebijakan tersebut sama saja negara merampas hak rakyat di tengah kesulitan keuangan akibat kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok.

Tags :
Kategori :

Terkait