JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI - Salah satu bentu kawasan konservasi di wilayah Provinsi Jambi khususnya di Kabupaten Batanghari, adalah Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin (Tahura STS).
Tahura adalah satu bentuk kawasan perlindungan alam bertujuan mengkoleksi dan mengawetkan tumbuhan atau hewan. Tahura berdasarkan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2011, memiliki manfaat sebagai tempat penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, koleksi keanekaragaman hayati, penyimpanan dan penyerapan karbon, budidaya, serta rekreasi alam.
Kawasan Tahura STS beberapa kali telah mengalami tekanan. Tekanan ini, di antaranya: (1) Kebakaran hutan ditahun 2015, (2) Illegal drilling, (3) Illegal logging, dan (4) Perambahan kawasan. Kondisi tersebut mengakibatkan kerusakan habitat flora dan fauna khas Tahura STS. Salah satu efek rantai atauchain effectskerusakan habitat ini, akan menurunkan keanekaragaman hayati.
Salah satu jenis endemik Tahura STS adalah ulin atau bulian (Eusideroxylon zwageriTeijs. & Binn). Jenis bulian semakin sulit dijumpai mulai tingkatan pertumbuhan semai, pancang, tiang dan bahkan sampai pohon. Jika kondisi ini tidak segera ditanggulangi dan diberikan solusi aktif maka bisa besar kemungkinan terjadinyakelangkaan bahkan kepunahan.
Salah satu solusi aktif yang ditawarkan Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi melalui program pengabdian kepada masyarakat adalah penekanan partisipasi masyarakat sekitar kawasan Tahura STS. Berdasarkan diskusi tim pengabdian masyarakat ini, yang terdiri dari beberapa ahli kehutanan khususnya konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata, diantaranya:(1) Drs. Ir. Asrizal Paiman, M.Si, IPM, (2) Ir. Albayudi, S.Hut, M.Si, IPM, (3) Ir. Nursanti, S.Hut, M.Si, IPM, (4) Cory Wulan, S.Hut, M.Si, (5) Jauhar Khabibi, S.Hut, M.Si, dan (6) Rince Muryunika, S.P, M.Si menghasilkan penerapan solusi melalui konsep wisata alam berbasis edu-ecotourism. Pendekatan dengan cara ini, mampu merubah mindset masyarakat agar hutan tidak hanya dijadikan sebagai objek tangiblesemata, tetapi juga memiliki karakteristik intangible. Hutan sebagai objek intangible mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara lestari, bahkan bisa memberikan dampak positif yang sangat besar karena memiliki positivechain effectsyang kompleks.
Cory Wulan”ketua pengabdian Jurusan Kehutanan menjelaskan bahwa konsep wisata alam berbasis edu-ecotourism memiliki keunggulan ganda dan berlapis dalam perlindungan kawasan Tahura. Pengembangan wisata alam berbasis edu-ecotourismpada tahap awal menyasar peningkatan pengetahuan masyarakat sekitar kawasan Tahura STS tentang pentingnya ekosistem hutan dan pemanfaatan yang lestari tanpa merusaknya. Setelah terbangun mental dan pengetahuan tersebut, maka masyarakat sekitar kawasan akan menjadi knowledge agents dengan sasaran masyarakat di luar kawasan melalui wisata alam.Selain itu, positivechain effects yang muncul berupa peningkatan kesejahteraan, ekonomi, dan terbangunnya sarana dan prasarana bagi masyarakat di sekitar kawasan. Bagi masyarakat umum, jelas terjaga dan lestarinya kawasan Tahura STS akan mencegah peningkatan supply karbon terlepaske atmosfer. Pengurangan karbon di atmosfer akan berkontribusi menurunkan panas bumi sebagai efek negatif gas rumah kaca (GRK).
Asrizal Paiman” selaku dosen senior konservasi sumberdaya hutan, Jurusan Kehutanan menambahkan bahwa konsep wisata alam berbasis edu-ecotourism akan merangkul masyarakat secara luas baik lokal, nasional, dan bahkan internasional untuk concern dan mejaga kawasan bersama-sama melalui mata pengunjung wisata alam yang singgah ke kawasan Tahura STS.Pelaksanaan solusi aktif ini, tidak semata-mata hanya dilakukan oleh Jurusan Kehutanan UNJA dan masyarakat saja, tetapi juga menyertakan stakeholder kawasan Tahura STS. Tanpa adanya dukungan dan kolaborasi intensantara stakeholder, perguruan tinggi, dan masyarakat, tidak mungkinkegiatan ini mampu diaplikasikan dengan baik dan sukses. (*/rib)