Fenomena ini menurutnya, harus dijawab dengan ketangguhan komunitas untuk melindungi areal kelola mereka. Diki menambahkan, dari hasil analisis yang dilakukan, ancaman serupa juga sangat berpotensi terjadi di areal izin perhutanan sosial keempat desa yang ada di wilayah penyangga TNBD ini.
Sementara untuk menambah wawasan dan keterampilan komunitas dalam mitigasi kebakaran hutan dan lahan, Angga Septia dari Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera, membagi pengalamannya terkait strategi pemantauan dan upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan selama berkiprah di Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera maupun Jaringan Masyarakat Gambut Jambi.
Dalam sesi pelatihan, Saprudin dari LPHN Sumpur Kudus, Sumatera Barat, juga turut membagi pengalamannya melalui zoom virtual terkait pengalaman dan pembelajaran LPHN Sumpur Kudus dalam mengembangkan inisiatif lokal dalam melindungi dan mengembangkan mekanisme perlindungan hutan di tingkat desa dan lanskap berbasis kearifan lokal dan adaptasi teknologi.
“Hari ini kita akan melakukan pelatihan, terutama untuk pelatihan patroli dan pengamanan, dan kemudian mencoba mengaitkannya dengan TNBD karena izin kita itu buffer zone atau penyangga TNBD sehingga kalau kita berhasil mengelola, mengamankan areal hutan desa dan HTR yang izinnya sudah didapat, harapannya juga dapat melindungi dan mengamankan TNBD. Itu harapan utama dan semangat utama kita berkumpul untuk pelatihan patroli dan pemantauan ini,” kata Direktur KKI Warsi Rudi Syaf pada Rabu (2/2).
Dalam pelatihan ini kelompok pengelola dibekali pemahaman mengenai hak dan kewajiban pengelola izin perhutanan sosial, hubungan TNBD dengan kawasan penyangga dalam mempertahankan kelestarian lanskap TNBD, pelatihan penggunaan GPS untuk patroli, teknik dan strategi pemantauan partisipatif, upaya mitigasi kebakaran hutan, dan pembuatan penyusunan laporan pemantauan. Melalui pelatihan patroli, kedepannya diharapkan kelompok LPHD dapat saling bekerja sama dalam penjagaan dan pengamanan TNBD. Total ada 11 desa yang berada di sekitar kawasan TNBD.
“Desa menjadi mitra pengelolaan taman nasional. Diibaratkan sebagai baju yang membungkus taman nasional, jika baju utuh, taman nasional akan aman. Selain itu, TNBD juga memiliki program perlindungan yang melibatkan masyarakat, masyarakat mitra polhut, jasa lingkungan, dan program rehabilitasi. Kedepan diharapkan ada tim pengamanan di masing-masing LPHD di 3 desa itu bisa kerja sama melalui patroli bersama di wilayah yang dianggap rawan,” jelas Haidir.
Saat ini LPHD belum melakukan patroli untuk kawasan hutan desa. Akses jalan dan tidak adanya pembiayaan menjadi salah satu faktor tidak terselenggaranya patroli.
“Patroli belum pernah dilalukan, karena memang terkendala akses jalan dan juga pembiayaan. Dengan adanya pelatihan ini tentang patroli dan pemantauan hutan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan juga meningkatkan kesadaran dari LPHD dan pemerintah desa dan juga cerminan bagi kita bersama agar lebih meningkatkan kepedulian kita terhadap rasa menjaga hutan. Jadi berharap adanya patroli rutin kedepannya,” kata Ersa Fransiska Sekdes LPHD dan Sekdes Desa Jelutih.
Terkait dukungan pembiayaan kegiatan patroli, Ersa mengatakan sangat perlu dukungan Pemerintah Kabupaten Batanghari dalam pengelolaan hutan desa salah satunya melalui pembuatan Perbub.
“Dana desa banyak, tapi dari Pemdes sudah ada jalur alokasinya dan juga harus ada aturan yang mengatur dengan Perbubnya yang belum ada pengaturan dana desa untuk perhutanan sosial. Bagi kami pemerintahan desa, bila ada Perbub dan kesepakatan masyarakat ada dana desa untuk kegiatan patroli,” tutupnya.(*)