Oleh: Musri Nauli
Setelah sebelumnya telah diuraikan Peradilan Agama yang merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan dan kemudian diatur didalam UU No 7 Tahun 1989.
Pengadilan Agama kemudian memeriksa dan mengadili perkara yang berkaitan seperti perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah. Perkawinan meliputi seperti Cerak talak/gugat cerai.
Sehingga Seluruh proses yang berkaitan dengan perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah, Cerak talak/gugat cerai maka kemudian diatur didalam Hukum Islam.
Pembagian waris kemudian tunduk dengan pembagian waris pengaturan hukum Islam.
Dengan demikian maka pembagian waris yang sebelumnya diatur didalam Hukum Nasional yang diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) kemudian diatur didalam Hukum Islam.
Tatacara pembagian waris berdasarkan hukum Islam kemudian menjadi dasar didalam hakim menetapkan hak waris dan pembagian warisnya.
Dengan perkembangan masuknya Hukum islam yang kemudian diatur didalam UU No 7 Tahun 1989 maka Hukum Islam menjadi hukum nasional.
Selain itu dengan hadirnya UU No. 7 Tahun 1989 menjadi Pengadilan Agama maka Seluruh proses yang berkaitan dengan perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah, Cerak talak/gugat cerai menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Sehingga terhadap warganegara yang beragama Islam yang sedang berproses berkaitan perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah, Cerak talak/gugat cerai maka harus disidangkan di pengadilan agama.
Dengan demikian maka apabila sebelum lahirnya UU No 7 Tahun 1989, perkara disidangkan di Pengadilan Umum (Pengadilan Negeri) maka kemudian dipindahkan ke Pengadilan Agama. (*)
Advokat Jambi