JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Wacana untuk menunda pemilu 2024 di Indonesia, dengan alasan pandemi Covid-19, dirasakan kurang tepat oleh anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie.
Dia mengatakan, sejumlah negara di dunia, khususnya di Asia, pada kenyataannya sudah melaksanakan. Ini sebabnya, dia menilai alasan pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu tidak tepat.
"Pemilu sudah terjadi di mana-mana. Nah, yang baru-baru ini di Korea, itu, kan, Pilpres pada 9 Maret 2022," kata Jimly, seperti dikutip jpnn.com dalam acara diskusi yang diselenggarakan virtual, Minggu 13 Maret 2022.
Jimly mengingatkan, India sebagai salah satu negara berpenduduk besar dunia bahkan rencananya akan melaksanakan pemilu. Proses pemilu juga sudah dimulai sejak Februari lalu. Dan rencananya pada bulan Maret 2022 akan dilaksanakan pemilihan.
BACA JUGA : 3 Mesin Gilingan Padi Bakal Disebar ke 3 Kecamatan Sentra Pertanian di Muarojambi
BACA JUGA : Antisipasi Penyelundupan Minyak Goreng, Polairud Polres Tanjab Timur Patroli di Perairan
Lanjutnya, pemilihan lokalnya (di India) di beberapa negara bagian, berjalan. Dan sekarang ini masih ada hitungan suara di beberapa negara bagian. Lanjutnya, India serta sejumlah negara sama-sama mengalami pandemi, tetapi melaksanakan pemilu.
Nah tetapi, di sisi lain, pemerintah mengklaim penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia sangat baik. "Saya rasa tujuannya bukan untuk menunda serius, gitu. Dan memperpanjang masa jabatan, tetapi, menghidupkan wacana umum saja," kata dia.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini, memang terus menjadi sorotan. Terakhir adalah pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, soal keinginan masyarakat terkait perpanjangan masa jabatan presiden.
Hal ini dikomentari politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu. Menurut Adian, untuk mengetahui keinginan masyarakat adalah dengan menetapkan alat ukur terlebih dahulu.
Baca Juga: Nih, Logo Halal yang Baru, Simak Filosofinya
Baca Juga: Kuliah Umum, Menko Airlangga Berharap UNHAS Jadi Center of Excellence di Wilayah Timur
Pertama adalah, bisa lewat suara partai berdasarkan kursi di DPR. Menurutnya, jika hal ini digunakan, maka kecil harapan perpanjangan masa jabatan presiden disetujui oleh parlemen. Adian melanjutkan, partai yang menolak memperpanjang masa jabatan presiden, saat ini menguasai mayoritas kursi dengan total 388 kursi.
Sementara yang setuju hanya 187 kursi. Kedua, jika menggunakan hasil survei, Lembaga Survei Indonesia (LSI) sudah mengeluarkan hasil survei. Hasilnya, 70,7 persen masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sementara 20,3 masyarakat menginginkan sebaliknya.
"Sementara menurut Muhaimin dan Luhut Binsar Panjaitan, berdasarkan Big Data disimpulkan 60 persen rakyat setuju perpanjangan masa jabatan presiden dan 40 persen sisanya menolak," ujar Adian dalam keterangannya, Sabtu 12 Maret 2022.