JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Honorer Dinas Dukcapil Kota Jambi, Febriansyah, terdakwa kasus KTP Elektronik (KTP-el) palsu Dinas Dukcapil Kota Jambi, dituntut pidana penjara 1 tahun. Sidang pembacaan tuntutan, dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kejati Jambi, Zuhdi, secara daring, Rabu 9 Maret 2022.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 96 A Jo.pasal 8 ayat (1) huruf c UU No.24, Tahun 2013 tentang perubahan UU No.23 tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan.
“Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukum pidana terhadap terdakwa, dengan penjara satu tahun dengan ketentuan dikurangi selama menjalani tahanan,” kata Zuhdi dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Alex, melalui sambungan aplikasi meeting room.
Ketua majelis hakim, memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukum menyampaikan pembelaan.
Baca Juga: Bangkit Berdaya di Kelurahan Tanjung Pinang Belum Berjalan, Lurah Sebut Tunggu Kepastian
Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun yang ke-5, Luminor Hotel Jambi Gelar Coffee Exhibitio
“Kepada terdakwa dan penasehat hukum, bisa mengajukan pembelaan secara lisan atau tertulis,” ujar Alex.
Dalam dakwaan penuntut umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, perbuatan itu tidak dilakukan sendiri oleh terdakwa. Setidaknya, ada enam orang lainnya yang bersama-sama dengan terdakwa melakukan perbuatan tersebut.
Enam orang lainnya yakni, Putra Pratama, Eka Vidya Nugraha, Abdi Saputra, Aprianto, Eko Permana, dan Jumiati. Dalam melakukan perbuatannya, terdakwa melakukan pencetakan KTP-el di luar jam kerja.
KTP elektronik yang dicetak adalah dari permintaan setidaknya 22 orang. Terdakwa dan rekannya, memungut bayaran dari 22 orang tersebut mulai Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu perorang.
Baca Juga: Banjir di Kota Jambi, Maulana: Harus Saling Terintegrasi
Baca Juga: Kapenrem 042/Gapu Ikuti Rakernis Penerangan TNI AD TA 2022
Perbuatan mereka mulai dijalankan pada 5 April 2021, mencetak KTP-el di luar jam kerja. Awalnya terdakwa mencetak KTP-el sebanyak blanko yang dititipkan Eko Permana, Ade dan Jumiati kepadanya. Abdi Saputra, Putra Pratama, Eka Vidya, Taufiq Atmawizaya dan Aprianto, juga mencetak KTP-el di luar jam kerja bersama terdakwa.
Hasil KTP tersebut kemudian diserahkan kepada pemesan dengan memungut biaya Rp 50 ribu per KTP-el. Pada 8 April, perbuatan itu kembali dilakukan terdakwa.
Parahnya lagi, terdakwa mencetak KTP-el dengan blanko KTP bekas, sehingga identitas yang tertera tidak sama dengan data yang ada pada chip KTP.