"Jika tidak disterilkan, maka kita seperti ibarat menunggu kejadian yang ada di Suriah, Libya, Irak, dan beberapa negeri di Timur Tengah itu terjadi di Indonesia. Apalagi jika disulut dengan takfiriyah," tegas Darraz.
BACA JUGA: Vonis Wiwid Iswara Lebih Berat, Hak Politik Empat Terdakwa Turut Dicabut
Darraz melihat perlu adanya upaya intensif guna mensterilkan ruang mimbar agama dari penceramah radikal yang membawa dan menyebarkan ideologi transnasional untuk memecah belah bangsa.
"Cara yang cukup elegan adalah dengan mengaktifkan peran dari para tokoh masyarakat yang moderat di komunitas terkecil hingga ke lembaga pemerintahan termasuk di lingkungan aparat TNI-Polri itu sendiri," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga harus lebih aktif untuk mengajak ormas-ormas Islam moderat agar mereka semakin giat dan aktif melakukan dakwah Islam yang wasathiyah.
"Masyarakat tentu harus diberikan paham keagamaan yang moderat serta diberikan bekal ‘pemikiran kritis’ agar dapat menolak dan mencegah potensi pandangan-pandangan radikal," ungkapnya.
BACA JUGA: Kabar Duka, Penulis Buku Lupus Hilman Hariwijaya Meninggal Dunia
Dalam pandangannya, pemahaman keagamaan moderat harus menjadi syarat utama bagi seorang dai atau penceramah diundang pada forum/mimbar keagamaan.
Jika hal ini telah dilakukan, maka akan dapat membantu mengeliminasi tersebarnya paham radikalisme-ekstremisme dalam mimbar-mimbar keagamaan.
"Ormas keagamaan moderat juga harus aktif melakukan kaderisasi untuk menciptakan para dai, muballig, penceramah yang memiliki visi keagamaan moderat (Islam wasathiyah)," tuturnya.
Kaderisasi tersebut menurutnya, dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan dan kampanye yang masif terkait pandangan keagamaan moderat kepada masyarakat dan juga aktif melibatkan penceramah dari luar organisasinya.
BACA JUGA: Sadis! Bayi 3 Bulan Tewas di Tangan Pacar Sesama Jenis
BACA JUGA: Sudah 3 Hari Menghilang, Seorang Anak di Desa Purwoharjo Tebo Belum Ditemukan
Terakhir, ia berpesan kepada para kader dai, mubalig, penceramah agar ke depan juga dapat memiliki pemahaman terkait politisasi agama agar para penceramah tak lagi menjadi alat kepanjangan kelompok radikal demi meraih keuntungan dan kepentingan politik.