JAKARTA, JAMBI-INDEPEDENT.CO.ID - Harga minyak menguat lebih dari 7 persen, Pada selasa, ke level tertinggi sejak 2014, karena kesepakatan global untuk melepaskan cadangan minyak mentah gagal menenangkan kekhawatiran pasar tentang gangguan pasokan dari invasi Rusia ke Ukraina, dan malah menggarisbawahi ketakutan kekurangan energi.
Anggota Badan Energi Internasional (IEA), yang meliputi Amerika Serikat dan Jepang, setuju untuk melepaskan 60 juta barrel minyak mentah dari cadangan mereka untuk mencoba meredam kenaikan tajam harga yang mendorong benchmark utama melewati USD100 per barrel.
Namun, berita tentang pelepasan itu setara dengan konsumsi minyak dunia selama kurang dari satu hari hanya menggarisbawahi ketakutan pasar bahwa pasokan tidak akan cukup untuk menutupi gangguan energi yang terus meningkat.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melambung USD7,00 atau 7,1 persen, menjadi USD104,97 per barrel, setelmen tertinggi sejak Agustus 2014, demikian laporan Reuters, di New York, Selasa 1 Maret 2022 atau Rabu 2 Maret 2022 pagi WIB.
Baca Juga: Harga Paladium dan Emas Meroket saat Rusia Kebanjiran Sanksi
Baca Juga: Simak, Pertamina Pastikan Tak Ada Kenaikan Harga LPG 3 Kg
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melejit USD7,69 atau 8,0 persen, menjadi menetap di posisi USD103,41 per barrel. Itu adalah penutupan tertinggi sejak Juli 2014 dan persentase kenaikan harian terbesar sejak November 2020.
Dalam perdagangan intraday, Brent mencapai level tertinggi sejak Juli 2014 dan WTI menyentuh tingkat tertinggi sejak Juni 2014. Selain minyak mentah, minyak pemanas dan bensin berjangka Amerika juga menembus posisi tertinggi sejak 2014.
Langkah militer Rusia di Kyiv, ibu kota Ukraina, terhenti ketika pasukannya berjuang dengan tantangan logistik dasar, termasuk kekurangan makanan dan bahan bakar, dengan beberapa unit tampaknya dicengkeram oleh semangat yang rendah, tutur pejabat senior pertahanan Amerika, Selasa.
"Minyak memanjat tembok perang Ukraina yang mengkhawatirkan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital, New York. Dia mengatakan trader kecewa dengan ukuran pelepasan cadangan strategis.
Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina Bikin Harga Minyak Melambung, Harga BBM Bakal Naik?
Baca Juga: Disperindag Jamin Polemik Minyak Goreng Segera Teratasi
Sanksi yang dipimpin Amerika terhadap Rusia sebagian besar tidak secara khusus menargetkan sektor energi, tetapi trader menghindari perdagangan komoditas energi Rusia, yang mengarah ke diskon besar untuk minyak itu dan memperketat pasokan bagi jenis minyak mentah lainnya.
Perusahaan pelayaran terbesar di dunia, AP Moeller-Maersk A/S, menghentikan pengiriman peti kemas ke dan dari Rusia, sementara Inggris melarang semua kapal dengan koneksi Rusia memasuki pelabuhannya.
Raksasa migas global, termasuk BP dan Shell PLC, mengumumkan rencana untuk keluar dari operasi dan usaha patungan Rusia, sementara TotalEnergies SA mengatakan tidak akan menginvestasikan modal lebih lanjut dalam operasinya di Rusia.
Pemasok minyak global terbesar, Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC Plus, belum mengisyaratkan keinginan untuk meningkatkan produksi melebihi perkiraan kenaikan 400.000 barel per hari pada April, meski ada desakan dari Amerika Serikat dan lainnya.
Baca Juga: 20 Dus Ludes Sekejap Emak-Emak Serbu Ritel di Bangko
Baca Juga: Antisipasi Kelangkaan Minyak Goreng, Pemerintah Harus Sidak ke Mall dan Swalayan
Kelompok tersebut akan berkumpul pada Rabu untuk menghadiri pertemuan bulanan.
"Janji dari OPEC Plus untuk meningkatkan pasokan sejauh ini merupakan janji di atas kertas," kata Louise Dickson, analis Rystad Energy, mencatat bahwa anggota kesepakatan OPEC Plus yang berpartisipasi sebenarnya memproduksi sekitar 800.000 barel per hari di bawah level target yang dinyatakan, menambah kekurangan dalam pasokan global.
Kontrak berjangka untuk Brent dan WTI hingga Oktober berada dalam apa yang dikatakan Robert Yawger, Direktur Mizuho, sebagai "super-backwardation" dengan masing-masing bulan diperdagangkan setidaknya USD1 per barel di bawah bulan sebelumnya.
Menambah kekhawatiran pasokan minyak global, parlemen Libya menyetujui pemerintahan baru, Selasa, tetapi pemerintahan yang berkuasa menolak pemungutan suara dan bersumpah untuk tidak menyerahkan kekuasaan, mendorong proses perdamaian yang rapuh ke ambang kehancuran.
Libya, anggota OPEC , memproduksi minyak mentah sekitar 1,2 juta barel per hari pada 2021, menurut data energi AS.
Baca Juga: AS-Rusia Berunding Soal Ukraina, Harga Emas Turun
Baca Juga: Naik Nih! Harga Emas 24 Karat di Tanggal Cantik 22-02-2022 di Pegadaian
Pasar minyak, sementara itu, mengabaikan prospek bearish dari peningkatan stok minyak mentah Amerika. Analis memperkirakan data terbaru akan menunjukkan peningkatan stok minyak mentah Amerika 2,7 juta barel dalam sepekan hingga 25 Februari.(*)
Artikel ini telah tayang di fin.co.id, dengan judul Luar Biasa! Harga Minyak Melonjak Hingga 7 Persen, Brent Dekati USD 105 Per Barrel