Pakar Sebut Morfin Tak Sebabkan Ketergantungan untuk Pasien Kanker
JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Penggunaan Morfin untuk pengobatan nyeri, termasuk pada pasien kanker, tidak akan menyebabkan ketagihan. Hal itu disebutkan oleh dr. Aku Tri Rini Kusimaning E, Sp.A(K), Konsultan Hemato-onkologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang juga merupakan anggota IDAI Jaya, Sabtu 19 Februari 2022.
Dalam nursing zoominar bertajuk "Peran Perawat Dalam Paradigma Pelayanan Kanker Anak" itu, dr. Anky menyebutkan dokter atau perawat harus memastikan dosis dan jadwal pemberian obat.
Pengkajian ulang perlu dilakukan baik itu dari sisi jumlah maupun jadwal pemberian apabila nantinya pasien meminta dosis tambahan obat.
"Kalau dia (pasien) masih minta lagi, dosisnya berarti belum tepat. Harus kita kaji ulang apakah derajatnya betul bagian pertama atau dosis yang kita berikan sudah betul atau belum. Jadi mungkin memang kita belum tepat memberikannya," katanya.
Baca Juga: Catat Aturan Baru, Maret Mendatang Jual Beli Tanah Wajib Lampirkan BPJS Kesehatan
Penggunaan morfin dalam perawatan paliatif, sangat diperlukan untuk membantu menghilangkan rasa nyeri pasien.
"Kalau (kasus) rejatan nyeri kita sudah ada jadwalnya setiap empat jam. Kalau belum waktunya dia (pasien) sudah nyeri, kita kasih lagi, nyerinya berkurang. Pada jam yang ditentukan kita kasih lagi. Kalau adiksi, tidak (seperti itu)," kata Anky.
Menurutnya, dosis untuk tiap empat jam harus tepat. Jumlah serta efek samping juga harus diperhatikan. Jika efeknya pasien cenderung tidur, maka artinya morfin yang diberikan sudah terlalu banyak.
"Jadi tidak sebagai terapi lagi," paparnya.
Anky menyarankan perawat dan pihak keluarga pasien, mengisi semacam formulir terjadwal. Termasuk jam pemberian obat pada pasien dan mengevaluasinya setiap hari.
Kemudian, saat diputuskan menghentikan obat, maka sebaiknya dilakukan bertahap. Ini demi menghindari munculnya gejala penarikan yang ditandai serangkaian gejala fisik dan psikologis atau withdrawal.
"Kalau mau menghentikan, jangan tiba tiba. Ini akan menyebabkan withdrawal. Hentikanlah bertahap sepertiganya atau 50 persen. Kalau sudah cocok, baru kita ganti konversi ke MST (morphine oral immediate)," kata Anky.
Mengenai apakah morfin halal, dr. Anky mengaku sudah bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dari pertemuan itu, disepakati halal karena berasal dari tanaman dan jika digunakan sebagai obat.
"Kami dari tim nyeri di RS Dharmais, sempat bertemu sama MUI, kalau morfin asalnya dari tanaman dan sebagai obat, halal," pungkas Angky.(fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: