Jambi Harus Punya Peta Potensi Konflik (Conflict Mapping)
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Dalam kehidupan manusia, Konflik adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon), ia merupakan bagian yang inheren dari eksistensi manusia sendiri. Mulai dari tingkat mikro, interpersonal sampai pada tingkat kelompok, organisasi, komunitas dan negara, semua hubungan manusia baik itu sosial, ekonomi, kekuasaan mengalami konflik.
Konflik merupakan suatu fenomena yang kompleks. Dalam realitasnya, konflik hampir selalu multi layer. Ia melibatkan dua atau lebih individu atau kelompok yang memiliki tujuan serta kepentingan yang incompatible satu sama lain. Di samping itu model komunikasi dan hubungan atau relasi di antara para pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam konflik itu juga variatif.
Konfigurasi konflik muncul dari ketidakseimbangan dalam hubungan-hubungan tersebut, misalnya ketidakseimbangan dalam status sosial, kekayaan dan akses terhadap sumber-sumber serta ketidakseimbangan dalam kekuasaan yang mengakibatkan munculnya berbagai problematika seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kriminalitas.
Situasi kesalah pahaman pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan terdapat adanya antagonisme-antagonisme emosional. Konflik-konflik substantif (sunstantif conflict) meliputi ketidaksesuaian tentang hal-hal seperti tujuan alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur dan penegasan pekerjaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat timbul pada berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri individu, antar individu, kelompok, organisasi, maupun negara.
Peta Potensi Konflik Mendesak dibutuhkan
Lalu, sejauh mana potensi konflik ini dapat dipetakan, karena meminjam kata - kata E.O Wilson,Otak kita memetakan dunia. Seringkali peta itu terdistorsi, tetapi peta dengan input sensor langsung yang konstan. Artinya, jika kita memiliki suatu peta, maka kita memiliki sensor. Ditulisan ini saya ingin mengatakan Jambi butuh Peta Potensi Konflik sebagai sensor untuk kita mengantisipasinya.
Peta konflik yang baik, memiliki sudut pandang situasi khusus yang memetakan seluruh konflik regional secara detail, luas dan kompleks. Dalam hal ini biasanya pemerintah (stake holders) menempatkan diri dalam penanganan konflik dalam peta konflik yang dibuat. Tujuannya yaitu untuk mengingatkan bahwa mereka dan organisasi adalah bagian dari situasi, bukan di atasnya.
Pemetaan Konflik itu bersifat dinamis. Merefleksikan titik tertentu mengenai mengenai situasi yang berubah dan titik menuju aksi. Peta Konflik Menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru, apa yang bisa dilakukan? Siapa yang mampu melakukannya? Kapan waktu yang tepat untuk melakukannya? Apa yang harus dipersiapkan sebelumnya? Struktur seperti apa yang perlu dikembangkan ke depan?
Dalam prakteknya, pembuatan peta konflik hendaknya mengikutsetakan di dalamnya (1) peta gambar (geographical maps) yang menunjukkan wilayah-wilayah dan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (2) gambar masalah yang diperselisihkan (mapping of issue); (3) mapping kekuatan (mapping of power alignment) yang menggambarkan peta kekuatan para pihak.; (4) mapping kebutuhan dan ketakutan (mapping of needs and fears), yaitu menggambarkan apa yang diinginkan dan dihindari oleh para pihak.
Karekteristik Konflik di provinsi Jambi
Salah tantangan penanganan konflik di Jambi adalah belum tersedianya pemetaan potensi konflik, dokumen ini penting sebagai indikator dan acuan dalam menyusun Rencana Aksi Terpadu (RAD) penanganan Konflik Sosial, pemetaan potensi konflik ini penting dilakukan agar penyusunan RAD bisa tepat sasaran.
Penyusunan peta potensi konflik ini menggunakan sederetan instrumen dan indikator guna membedah dan mengidentifikasi potensi konflik, yang selanjutnya akan diklasifikasikan berdasarkan jenis dan eskalasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: