Indonesia Berpotensi Rugi Rp 112,2 Triliun, Sri Mulyani : Akibat Perubahan Iklim
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi Rp 112,2 triliun pada 2023 akibat perubahan iklim-Foto: Dok HSBC-
Sri Mulyani mengakui proses transisi tidak mudah dan memiliki banyak implikasi.
Di negara lain proses transisi ke ekonomi hijau menghadapi banyak tantangan khususnya di sektor energi.
BACA JUGA:Rizal Ramli Nilai BLT BBM hanya Alat Pencitraan
BACA JUGA:Menko Airlangga: Sinergi Pusat dan Daerah Diperkuat untuk Kendalikan Inflasi Nasional
"Transisi bisa menimbulkan biaya hidup yang meningkat di tahap awal. Ini makin menantang ketika ekonomi global tengah menghadapi laju inflasi yang tinggi dan juga masih rentan setelah bangkit dari pandemi serta memunculkan sejumlah pilihan politik yang tidak mudah,” jelas Sri Mulyani.
Karena itu, kata dia, pemerintah melalui kebijakan fiskal terus mendukung inisiatif transisi energi. Presiden Jokowi sudah mengumumkan di acara CO26 di Glasgow tentang bagaimana Indonesia terus melanjutkan upaya mencapai emisi nol dengan meluncurkan mekanisme transisi energi.
"Indonesia juga sudah meluncurkan platform mekanisme transisi energi di pertemuan menteri keuangan G20, Juli lalu," ujar Sri Mulyani.
Presiden Direktur HSBC Indonesia Francois de Maricourt mengatakan pihaknya memberikan komitmen penuh untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam melakukan transisi energi serta pembangunan berkelanjutan.
BACA JUGA:IAWP ke-59, Polri Kirim 12 Polwan
BACA JUGA:Ramalan Karier Berdasarkan Zodiak, Libra, Anda Tidak Akan Puas Dengan Pekerjaan anda
“Kami sangat senang bahwa transisi energi menjadi salah satu priorotas pemerintah Indonesia pada Presidensi G20. Kami juga mendukung sejumlah inisiatif dan juga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mempercepat transisi pembangunan yang rendah karbon,” kata Francois.
Francois menyebutkan untuk mempercepat transisi energi diperlukan modal yang besar. Tidak hanya meningkatkan investasi di sector teknologi yang rendah karbon tetapi juga memberikan insentif ke sektor lain agar bisa menjadi lebih hijau dengan biaya yang tidak mahal.
Berdasarkan data dari Nationally Determined Contribution, Indonesia memerlukan pembiayaan sebesar Rp 4.520 triliun untuk melakukan aksi mitigasi dalam peta jalan NDC. Dana sebesar tersebut tidak semuanya bisa dipenuhi oleh APBN.
Karena itu, kata Francois, perlu ada kolaborasi antara institusi keuangan swasta dan juga negara serta juga aliansi keuangan global seperti Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
BACA JUGA:Registrasi Sosial Ekonomi: Kualitas Data dan Reformasi Sistem Perlindungan Sosial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jpnn.com