Melihat 'Djambi' di Album A785 pada Koleksi Digital Leiden University Circa 1910-1924
Djambische Volksbank (Bank Rakyat Jambi) Ca. 1920-KITLV, UB Leide-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID-Indonesia harus belajar banyak dari Belanda tentang kearsipan. Kompleksitas mengenai kearsipan yang dilakukan oleh Belanda tentang daerah jajahan membuka peluang masyarakat saat ini untuk mendalami peristiwa masa lalu secara lebih valid. Sensus penduduk, naskah kontrak perjanjian, dokumentasi foto hingga koran dan majalah yang memuat informasi mengenai suatu daerah yang dikuasai atau setidaknya daerah yang menjalin hubungan dengan Belanda adalah harta karun bagi khasanah pengetahuan masyarakat modern.
Arsip tersebut tersebar di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), The National Archives of Netherland, situs Delpher hingga beberapa kampus yang memiliki arsip seperti Leiden University. Beberapa wilayah di Indonesia dari daerah timur hingga ke Atjeh (red) memiliki banyak sekali arsip yang tersedia dan berpotensi mengungkap serta menambah khasanah pengetahuan Bangsa Indonesia mengenai kondisi masa lalu. Salah satu daerah yang memiliki hubungan ekonomi yang cukup kuat dan merupakan kesultanan terakhir yang mampu bertahan selain Kesultanan Aceh adalah daerah Djambi.
Kedatangan VOC di Jambi pada awal abad XVII dalam misinya memperluas wilayah jajahan membuat Djambi merasakan akselerasi dalam berbagai bidang. Transportasi, administrasi, edukasi hingga dokumentasi wilayah tercatat lebih resmi dan terbukukan. Penerapan Politik Etis pasca Pidato yang disampaikan oleh Ratu Wilhelmina setelah mendapatkan insight dari legislatif Belanda yang mayoritas berlatar belakang liberal dan humanis semakin memperluas hegemoni Belanda di Hindia Belanda yang satu sisi memberi dampak positif bagi daerah yang dikuasainya.
Awal abad ke-XX nuansa dokumentasi yang tersedia di dalam arsip polanya sudah tidak lagi hanya berupa naskah-naskah perjanjian kontrak dagang dan sejenisnya, namun juga berupa dokumentasi foto infrastruktur, komoditas unggulan, sosial, pendidikan, militer hingga budaya. Juru administrasi yang ditugaskan oleh Belanda di Jambi adalah Arie Otto Frohwein. Seorang residen Palembang, J. Tideman, memperlihatkan catatan informasi bahwa Frohwein ditempatkan di Jambi dari 1931-1934, sebelum akhirnya dipindahkan ke Manado, karena dianggap cakap dalam bidang administrasi. Pengangkatan A.O Frohwein juga disebarkan dalam koran terbitan 10 Februari 1931 melalui The Hindische Courant halaman 13.
Koleksi album A785 dipersembahkan teruntuk Frohwein saat akan meninggalkan Djambi menuju Manado. Pada album ini terdapat 64 (enam puluh empat) buah foto yang menggambarkan Jambi pada dekade kedua dan ketiga awal abad XX. Umumnya berisi foto transportasi, infrastruktur, kantor layanan publik seperti kantor pos, bank, sekolah, pelabuhan, rumah sakit hingga komoditas unggulan di Jambi. Beberapa keterangan dalam foto menggunakan diksi Vermoedelijk yang mengarah kepada arti agaknya, sepertinya atau diduga. Namun, beberapa foto lain dengan tegas menyatakan objek yang ada dalam foto tersebut berada di Jambi.
Leiden University mengoleksi hampir 2.000 arsip yang berkaitan dengan Jambi. Hal ini tentu saja sangat memungkinkan dikarenakan pasca pendirian kantor dagang VOC (jika tidak ingin dikatakan sebagai negara Belanda) pada 1636 masa Sultan Abdul Kahar hingga 1904 saat Kesultanan Jambi runtuh yang memang dipegang penuh oleh Belanda hingga 1942. Pada album ini, terdapat lima koleksi foto yang menampilkan tulisan “Djambi” dan dalam keterangannya tidak memakai narasi Vermoedelijk yaitu koleksi foto Kantor Pos di Djambi, Bank Djambi, Pelabuhan Djambi, Perpustakaan di Sekolah milik Pemerintah di Djambi, Pabrik Es di Jambi.
Album A785 seri KITLV 88799 memperlihatkan sebuah bangunan khas pinggir aliran sungai. Lantai bangunan tidak menyentuh tanah, namun memiliki tiang pondasi lebih tinggi yang diduga berada di tepian Sungai Batanghari. Terdapat empat papan informasi yang tertera, dua buah papan diikat menjulur dari ujung atap sedangkan dua papan lainnya menempel pada bangunan. Dua papan informasi yang tergantung di atap bangunan menjulur ke bawah berbahasa Belanda dengan tulisan Post - Telegraaf en Zegel Kantoor (Kantor Pos, Telegraf dan Perangko), serta papan lainnya bertuliskan Telefoon Kantoor Djambi (Kantor Telepon Djambi, jika era tahun 2000-an, sejenis wartel).
Kantor Pos melayani pengiriman dari Djambi ke beberapa wilayah yang diatur sedemikian rupa dengan menyesuaikan dengan letak geografis dan keadaan debit air Sungai Batanghari. Lokasi tujuannya yaitu Muara Tebo, Muara Bungo, Sarolangun hingga Bangko. Perampingan trayek pengiriman paket sempat dilakukan pada 1 Juni 1929 yang menghapuskan trayek pengiriman Bangko - Muara Bungo yang masing-masing disatukan ke Sarolangun dan Muara Tebo. Waktu pengambilan surat dilakukan dalam dua pekan sekali dan dimulai pada hari Sabtu. Informasi lainnya juga menyatakan bahwa Kantor Pos sebagai portal distribusi dan pencatatan produksi opium di Jambi.
Telepon dan Telegraf tidak lagi tersedia pada Mei 1932. Pemerintah Belanda memutuskan untuk mencabut tiang, kabel dan alat lainnya karena adanya pemotongan anggaran dan pengalihan jalur komunikasi dari Jambi ke Palembang melalui Lubuk Linggau. Jalur administrasi telepon yang diputus yaitu Moeara Tembesi - Loeboek Roesa, Moeara Boengo—Tanah Toemboeh dan Bangko—Soengai Manau. Padahal, Intercommunale Telefoon-mij sebagai perusahaan yang menangani proyek sambungan komunikasi baru saja membangun jaringan telepon Palembang - Muara Tembesi pada 1901. Kabar ini termuat dalam Surat Kabar De Locomotief edisi 3 Mei 1901. Pembangunan ini dikabarkan melibatkan sekitar 100 pekerja (dalam surat kabar disebutkan sebagai koelies - kuli).
De Djambische Volksbank te Djambi menjadi koleksi dengan seri A785 KITLV 88800. Berdiri sejak 1909, yaitu 4 tahun pasca Belanda secara resmi berkuasa di Jambi.
Suntikan dana sebesar 60.000 gulden (-+ Rp.500 juta) pada 3 Maret 1910 tercatat di Koran De Sumatra Post pada bagian Bank en Handelsvereeniging sebagai upaya perkembangan bank sentral Jambi dalam pelaksanaan transaksi perbankan. Sebulan kemudian pada 3 April 1910, Bank Sentral Jambi resmi dinyatakan sebagai lembaga berbadan hukum oleh Belanda. Nantinya juga akan berkembang menjadi Pandhuizen (pegadaian) dan Particulier Kredietwezen atau kredit rakyat yang dikelola oleh swasta. Pandhuizen hanya terdapat di Kota Jambi dan Kuala Tungkal.
Koleksi berikutnya yaitu KITLV 88808 berjudul Stoomschip aan de Betonsteiger te Djambi (Kapal Uap dan Pelabuhan Beton di Jambi). Tideman dalam bukunya berjudul Djambi, menginformasikan bahwa di residen Djambi, hanya terdapat 3 pelabuhan yaitu di Muara Sabak, Kuala Tungkal dan Jambi. Seorang perwakilan Departemen Pelabuhan dari Burgerlijke Openbare Werken (BOW - seperti Kementerian Pekerjaan Umum) yaitu J.A.M van Buuren menyebut pelabuhan di Djambi sebagai Haven Aangelegenheden in Zuid Sumatra (Pelabuhan Utama di Sumatera bagian selatan, bersama Palembang dan Bengkulu). Bahkan, Deli Courant edisi 2 November 1927 mewartakan hingga 2 halaman mengenai pembetonan dermaga Djambi. Hal ini menggambarkan begitu pentingnya pelabuhan ini bagi distribusi komoditas unggulan dari Jambi dan sebaliknya. Tulisan “Djambi” pada bagian atap bangunan terlihat sangat ikonik dan mempertegas lokasi bangunan yang berada di Jambi.
Bibliotheek van de Gouvernement Inlandsche School der 2e klasse te Djambi terlihat pada koleksi KITLV-88813. Terdapat satu bangunan dengan dua pintu yang didepannya terdapat sekitar 16 anak-anak di bawah plang nama Volks Bibiliotheek “Taman Poestaka”. Di ujung lainnya terdapat plang nama yang menunjukkan kelas 2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: