Laki-laki Tidak Bercerita: Toxic Masculinity atau Hegemonic Masculinity?

Laki-laki Tidak Bercerita: Toxic Masculinity atau Hegemonic Masculinity?

Ilustrasi Laki-laki Tidak Bercerita--Freepik.com

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Dalam berbagai budaya, laki-laki seringkali dianggap sebagai sosok yang kuat, tangguh, dan tidak mudah menunjukkan emosi.

Stereotip ini berasal dari konsep toxic masculinity dan hegemonic masculinity, yang memengaruhi cara laki-laki mengekspresikan diri, termasuk ketidakmampuan mereka untuk bercerita atau membagikan perasaan.  

Toxic masculinity mengacu pada norma-norma gender yang merugikan, di mana laki-laki didorong untuk menekan emosi, bersikap agresif, dan menghindari perilaku yang dianggap feminin.

Konsep ini sering bersinggungan dengan hegemonic masculinity, yaitu struktur sosial yang mendukung dominasi laki-laki dan memperkuat hierarki gender.

BACA JUGA:Leukemia: Mengenal Penyakit Kanker Darah dan Upaya Penanganannya

BACA JUGA:HUT ke-129, BRI Tawarkan Progam Spesial BRIguna, Suku Bunga Mulai dari 8,129% dan Diskon biaya Provisi 50%

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Counseling Psychology, norma ini membuat laki-laki merasa perlu menyembunyikan kelemahan atau kesedihan, karena takut dianggap lemah atau tidak jantan.Akibatnya, mereka cenderung tidak bercerita, bahkan ketika menghadapi tekanan emosional yang besar.  

Mengapa Laki-laki Tidak Bercerita?

Penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa banyak laki-laki merasa tekanan sosial untuk memenuhi standar maskulinitas. Mereka khawatir akan dihakimi sebagai lemah jika terlalu terbuka mengenai perasaan.

Lingkungan yang menganut norma maskulinitas hegemonik sering tidak menyediakan ruang aman bagi laki-laki untuk berbicara. Studi dari Gender & Society menemukan bahwa laki-laki lebih memilih memendam emosi daripada mencari dukungan.  

Dalam masyarakat yang menilai keberhasilan laki-laki dari kekuatan dan pencapaian, berbicara tentang kesulitan seringkali dianggap sebagai bentuk kegagalan.

BACA JUGA:Mendorong Sastra Indonesia Mendunia: Program Residensi Sastrawan di Luar Negeri Segera Diluncurkan

BACA JUGA: PSU di Kota Sungai Penuh, Dansat Brimob Polda Jambi: Personel Sudah Standby

Ketidakmampuan untuk bercerita ini berdampak signifikan pada kesehatan mental. Laki-laki cenderung lebih jarang mencari bantuan psikologis dibandingkan perempuan, yang menyebabkan angka depresi dan bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki, seperti dilaporkan oleh World Health Organization (WHO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: