Baju Lebaran: Geliat Ekonomi Hari Raya

Baju Lebaran: Geliat Ekonomi Hari Raya

Dr Noviardi Ferzi-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Sebentar lagi bait lagu ini akan bergema di mana-mana, "Baju baru Alhamdulillah, untuk dipakai di hari raya...".

Lagu yang dimaksud adalah "Baju Baru" oleh Rhoma Irama. Lagu yang sangat populer dan sering diputar pada hari raya, terutama Idul Fitri.

Di Indonesia, momentum Ramadan dan Hari Raya Idul fitri dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk memaksimalkan keuntungan.

Pasalnya, menjelang Ramadan dan Idul fitri, perilaku konsumen akan mengalami perubahan. Semua akan berbelanja baju, khususnya baju lebaran.

BACA JUGA:Telkomsel raih 7 penghargaan bergengsi dalam Ookla® Speedtest Awards™ periode Q3-Q4 2024

BACA JUGA:Tinggal 1 DPO Pembunuh Sopir Mobil Rental yang Belum Ditangkap, Pak Bray: Sebaiknya Menyerahkan Diri Saja

Soal permintaan baju, studi yang YouGov oleh Meta pada 2024 lalu menunjukkan bahwa ada 38% pembeli yang mulai merencanakan belanja setidaknya 20 hari sebelum lebaran. Untuk keperluan ini banyak keluarga sudah menyimpan uang beberapa bulan sebelumnya.

Salah satu contohnya, Omzet pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang meningkat 80% menjelang Lebaran 2024 jika dibandingkan hari biasa. 

Kemudian data dua e-commerce terbesar di Indonesia, Shopee dan Tokopedia, terdapat kesamaan dalam tren produk yang banyak diincar selama Ramadan dan Lebaran. 

Ke dua e-commerce itu menunjukkan peningkatan permintaan yang signifikan, dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang cenderung berbelanja untuk merayakan hari raya. Peluang ekonomi di industri pakaian sangat besar, dengan estimasi perputaran uang yang tinggi, terutama menjelang Lebaran. 

BACA JUGA:Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat, BRI Peduli Sediakan Pemeriksaan Kesehatan Gratis di 52 Titik

BACA JUGA:Dirreskrimum Polda Jambi: Status Anggota DPRD Kabupaten Batanghari Sudah Tersangka

Dari kalangan pelaku usaha, desainer fesyen Kami Idea (2025) mengatakan permintaan pasar selama Ramadan ini diprediksi meningkat hingga 80 -100 persen, data ini meski di dominasi menengah atas yang turun ke kategori menuju menengah bawah dan miskin yang dinilai masih memiliki daya beli yang kuat.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 9,48 juta orang yang keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori yang lebih rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: