Menteri LHK: Pembangunan Besar-Besaran Era Jokowi Tidak Boleh Dihentikan Atas Nama Emisi Karbon
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar menegaskan bahwa pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo tidak boleh dihentikan hanya karena dalih emisi karbon atau deforestasi.
“Pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi. Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (4/11/2021).
Siti mengatakan, FoLU net carbon sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation. Dia mengatakan itu perlu dipahami semua pihak bagi kepentingan Nasional.
Di menjelaskan, melalui agenda FoLU net carbon sink, Indonesia menegaskan komitmen mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan (diantaranya berkaitan dengan deforestasi) pada tahun 2030.
“Bahkan pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan” ujarnya.
Siti melanjutkan, kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah—kaidah berkelanjutan di samping tentu saja harus berkeadilan.
“Kita juga menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Karena di negara Eropa contohnya, sebatang pohon ditebang di belakang rumah, itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. Ini tentu beda dengan kondisi di Indonesia,” ungkapnya.
Dia bilang, publik harus hati-hati, karena disitu ada persoalan cara hidup, gaya hidup termasuk misalnya tentang definisi rumah huni menurut masyarakat Indonesia dengan halaman rumah dan sebagainya yang berbeda dengan konsep rumah huni menurut kondisi di Eropa, Afrika, dan lainnya.
“Jadi harus ada compatibilty dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Oleh karenanya pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detil. Bila perlu harus sangat rinci,” paparnya.
Menurutnya, memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya.
“Misalnya di Kalimantan dan Sumatera, banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya. Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” jelas Siti Nurbaya. (dal/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: