Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci

Rabu 11-08-2021,08:27 WIB

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Uliyanti, Tamtomo, D. & Anantanyu, S (2017) faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai p-Value= 0,000 OR = 3,30 (1,70 – 6,40). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Septamarini, Widyastuti, & Purwanti (2019) hubungan pengetahuan dan sikap responsive feeding dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo, Semarang menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-24 bulan dengan nilai p-value = 0,000 OR = 10,2 (3,76-27,75).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek disebabkan pengetahuan responden tentang gizi maka akan berpengaruh terhadap pemilihan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi pada balita. Responden yang memiliki pengetahuan baik tentang kebutuhan gizi anak maka ibu akan memberikan makanan yang bergizi pada anak sehingga kebutuhan gizi pada anak akan terpenuhi dan dapat mencegah terjadinya stunting pada anak. Namun jika ibu tidak mengetahui tentang kebutugan gizi anak, jenis makanan yang bergizi, sumber gizi maka ibu tidak akan menyediakan makanan yang bergizi pada anak, ibu akan memberikan makanan kepada anaknya tanpa memperhatikan kandungan gizi pada makanan yang diberikan yang penting anaknya kenyang dan tidak kelaparan. Jika kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi maka akan menyebabkan anak menjadi stunting.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara akses air bersih dengan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci Tahun 2020 (p=0,052). Karena nilai p>0,05 maka akses air bersih bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci Tahun 2020. Namun masih ada responden yang menggunakan sarana air bersih yang berasal dari  sumur gali atau sumur bor berisiko mengalami stunting hal ini dikarenakan responden tersebut dipengaruhi oleh faktor lain seperti status gizi dan asupan makanan yang di peroleh balita. Sarana air bersih dapat berisiko mengalami stunting karena sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat seperti sarana air bersih yang di dapat dari sungai akan mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi sehingga mempengaruhi kejadian stunting

Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Zairinayati & Purnama (2019) Hubungan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai p-value = 0,001 ; OR 0,130 (0,041-0,412). Berdasarkan hasil penelitian, ternyata sarana air bersih tidak menjadi faktor risiko kejadian stunting hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Palompek telah menggunakan sarana air bersih yang berasal dari sumur gali dan sumur perpipaan dengan tingkat risiko pencemaran ringan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil ada hubungan antara akses sanitasi dengan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci Tahun 2020 (p=0,017). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses sanitasi risiko sedang berisiko lebih tinggi 6,00 kali memiliki balita menderita stunting jika dibandingkan dengan responden yang memiliki akses sanitasi risiko rendah.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kusumawati, E., Rahardjo, S., Sari, H. P, (2013) Metode Pengendalian Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia di Bawah Tiga Tahun menunjukan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan (sarana air bersih dan kepemilikan jamban) dengan kejadian stunting dengan nilai p-value = 0,002 OR= 6,40 (2,01-20,37). Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rondonuwu, S., Punuh, M. I., Ratag, B. T, (2013) Hubungan Antara Riwayat Penyakit Infeksi, Ketersediaan Air Bersih dan Kepemilikan Jamban Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Pulau Nain Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian stunting dengan nilai p-value= 0,647.

Keberadaan jamban yang tidak memenuhi standar secara teori berpotensi memicu timbulnya penyakit infeksi yang karena higiene dan sanitasi yang buruk (misalnya diare dan kecacingan) yang dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting (Kemenkes RI, 2018).

Menurut asumsi peneliti ada hubungan antara akses sanitasi dengan stunting balita dikarenakan jamban yang dimiliki oleh responden memiliki tingkat risiko sedang sehingga berpotensi untuk menimbulkan penyakit diare pada keluarga terutama pada balita, munculnya diare pada balita memiliki kecendrungan untuk terjadi gangguan pertumbuhan anak akibat makanan yang sulit terserap, sehingga balita memiliki status gizi kurang bahkan jika hal ini terjadi secara lama dapat mengakibatkan terjadinya stunting.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci adalah penyakit infeksi, pengetahuan dan akses sanitasi. Sedangkan akses air bersih dalam penelitian ini tidak menjadi faktor risiko kejadaian stunting.

 

SARAN

Diharapkan kepada puskesmas untuk

  1. Memberikan penyuluhan kepada ibu balita tentang bahaya penyakit infeksi dan bagaimana mencegah penyakit infeksi sehingga jika masyarakat mengetahui hal tersebut maka dapat menurunkan prevalensi stunting
  2. Melakukan inspeksi jamban pada masyarakat secara rutin setiap 6 bulan sekali sehingga dapat mengetahui tingkat risiko jamban yang dimiliki oleh masyarakat dan dapat melakukan konseling kepada masyarakat yang memiliki jamban dengan tingkat risiko sedang, tinggi dan amat tinggi tetang sanitasi jamban sehat serta dampaknya bagi kesehatan sehingga masyarakat dapat memperbaiki sanitasi jamban yang dimilikinya.
  3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini petugas puskesmas dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat serta pembinaan terhadap pencegahan dan penanggulangan terhadap kejadian stunting melalui kegiatan sosialisasi maupun konseling gizi

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci, 2019. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci Tahun 2018. Jambi: Dinas Kesehatan Kabupaten kerinci

Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, 2019. Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2018. Jambi : Dinas Kesehatan Provinsi Jambi

Tags :
Kategori :

Terkait