Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Di tengah hegemoni energi fosil (baca batu bara) yang booming harga saat ini, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam ekonomi hijau (green economy). Untuk itu, pemerintah perlu mulai menata ekonomi hijau tersebut karena di masa depan negara-negara di dunia mulai meninggalkan barang-barang yang berasal dari energi fosil.
Green Economy atau ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan .
Ekonomi Hijau ini dapat juga diartikan perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbondioksida terhadap lingkungan , hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial .
Dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau, pemerintah Indonesia telah bekerja secara progresif dalam perencanaan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sejak inisiatif tersebut dicetuskan pada UNFCC COP 23. Inisiatif PRK bertujuan untuk secara eksplisit memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan – semisal target pengurangan gas rumah kaca dan daya dukung- ke dalam kerangka perencanaan pembangunan.
Saat ini Indonesia sudah mulai membangun Green Industrial Park di Kalimantan Utara yang energinya dari green energy, berupa hydro power dari Sungai Kayan.
Potensi energi hidro atau (hydro power) yang dimiliki oleh Sungai Kayan diperkirakan bisa memproduksi 11-13 ribu megawatt. Selain Sungai Kayan, Indonesia juga memiliki lebih dari 4.400 sungai sedang dan sungai besar yang juga memiliki potensi untuk menghasilkan energi hijau. Salah satunya sungai Mamberamo yang bisa menghasilkan 24 ribu megawatt. Di atas kertas, kalau 4.400 sungai ini dilarikan ke hydro power, kita bisa bayangkan, potensinya.
Tak hanya lewat energi hidro, Indonesia juga memiliki energi hijau lainnya dalam bentuk geotermal atau energi panas bumi yang berpotensi menghasilkan 29 ribu megawatt. Selain itu, Indonesia juga masih memiliki potensi energi dari angin dan arus bawah laut.
Studi dari World Economic Forum 2020 memprediksi bahwa transisi hijau dapat menghasilkan peluang bisnis dan akan ada banyak lapangan pekerjaan di seluruh dunia yang diperkirakan akan beralih menjadi green jobs. Di mana, transisi hijau dapat menghasilkan peluang bisnis senilai US$10,1 triliun dan 395 juta lapangan pekerjaan pada 2030.
Terdapat beberapa sektor yang memiliki potensi untuk menjadi peluang green jobs, salah satunya pada sektor pertanian yang cukup berpeluang untuk pekerjaan yang ramah lingkungan.
Hal ini tercermin dari adanya pertumbuhan positif dari sektor pertanian selama pandemi Covid-19 dan didukung oleh minat generasi milenial untuk terjun ke sektor pertanian. Dengan demikian, dapat mendorong penyerapan tenaga kerja melalui green jobs dengan lebih optimal.
Selain sektor pertanian, ada pula sektor pariwisata yang berpotensi untuk menjadi peluang green jobs di Indonesia. Di mana, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memprediksi bahwa produk ecotourism dan wellness tourism akan lebih diminati masyarakat pasca pandemi.
Adapun, produk wellness tourism diproyeksikan mengalami pertumbuhan yang signifikan pada 2022 menjadi US$919 miliar dengan pertumbuhan 7,5 persen per tahun.
Kemudian, sektor energi juga menjadi peluang besar berdasarkan International Renewable Energy Agency (IRENA) yang dipublikasikan pada 2021. Menurut data tersebut, ada 12 juta realisasi pekerjaan di Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2020 dan ada sekitar 43 juta proyeksi pekerjaan di EBT sampai dengan 2050.
Adapun Survei Kementerian Koperasi dan UKM yang bekerja sama dengan UNDP dan Indosat Ooredoo pada 2021 menunjukkan bahwa 95 persen UMKM menyatakan minatnya pada praktik usaha ramah lingkungan. Hal ini berpotensi untuk menyerap tenaga kerja melalui green jobs.