Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Cukup optimis ! Tahun 2022 nanti Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akan mencapai 4,7 - 5,5 persen, angka ini lebih besar dari pertumbuhan 2021 Indonesia sebesar 3,69 persen, BI sendiri tahun lalu memprediksi ekonomi tumbuh kisaran 3,2-4,0 persen. Tahun ini, seiring terkendalinya pandemi pemerintah lebih percaya diri menyongsong ekonomi tahun 2022 yang segera dimasuki.
Proyeksi optimis ekonomi tahun depan didorong oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor yang tetap kuat, serta meningkatnya permintaan domestik dari kenaikan konsumsi dan investasi. Hal ini didukung vaksinasi, pembukaan sektor ekonomi, dan stimulus kebijakan.
Sikap optimis pemerintah mengacu pada keberhasilan sinergi kebijakan dan kinerja perekonomian tahun 2021 sebagai modal untuk semakin bangkit dan optimis akan pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih baik pada tahun 2022.
Salah satu pemicunya keberhasilan menciptakan imunitas masal dari pandemi Covid-19, yang memungkinkan pembukaan kembali sektor ekonomi prioritas. Diantaranya mendorong pemulihan ekonomi dalam jangka pendek melalui kebijakan peningkatan permintaan, serta memperkuat pertumbuhan yang lebih tinggi.
Namun sikap optimis pemerintah dalam memproyeksi pertumbuhan ekonomi tak serta merta diikuti oleh lembaga swadaya yang memberikan kajian lebih rendah dari proyeksi pemerintah.
Salah satunya Institute For Development of Economics and Finance (Indef) yang memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 4,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Ramalan Indef itu lebih rendah dari proyeksi yang ditetapkan oleh pemerintah di angka 5 hingga 5,5 persen.
Indef sendiri memproyeksi dampak eksternal dari berlanjutnya pemulihan ekonomi di negara-negara maju yang berpotensi sulit untuk diantisipasi oleh pemerintah tahun depan.
Belajar dari kurva krisis sebelumnya, jika negara maju rebound situasi pandeminya, akselerasi ekonomi Indonesia akan melambat. Hal ini karena efek dari kebijakan stabilisasi negara-negara maju bakal menjadi penentu utama keberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Dalam hal ini sebenarnya, salah satu tantangan mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2022 adalah terjadinya kenaikan harga energi global, minyak bumi, gas alam dan batu bara yang menjadi salah satu bahan baku energi utama dunia mengalami kenaikan harga seiring pemulihan ekonomi negara-negara maju.
Namun patut juga diingat kenaikan harga energi akan memicu peningkatan biaya produksi, yang berujung harga-harga produk akan lebih mahal. Apalagi, fenomena peningkatan harga terjadi pada saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Dalam hal ini, kenaikan harga energi global tidak hanya akan mengerek inflasi tetapi juga berpotensi memukul tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara telak.
Potensi kenaikan inflasi global yang dipicu oleh kenaikan harga energi dan terganggunya rantai pasok bahan baku, bahan penolong, dan barang konsumsi selanjutnya juga berpeluang mendorong suku bunga global. Umumnya ini akan dipicu oleh kenaikan bunga acuan di negara-negara maju terlebih dahulu, sebelum bergerak ke bunga pasar.
Pada sisi yang lain tahun 2022 sektor privat akan menjadi mesih pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Hal ini akan mendorong proses konsolidasi fiskal pemerintah hingga 2023 mendatang.
Outlook 2022, penggerak ekonomi akan beralih ke sektor swasta. Karena selama dua tahun terakhir, ekonomi tanah air sangat bertumpu pada stimulus fiskal atau public-led growth. Maka, tahun depan pertumbuhan ekonomi akan berubah menjadi private-led growth.