Cacing di dalam tubuh perekonomian bisa berupa korupsi yang menyedot darah dan energi perekonomian. Uang hasil korupsi dilarikan ke luar negeri dan atau digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif. Korupsi merampas hak rakyat sehingga rakyat tetap loyo.
Cacing bisa juga berupa praktik antipersaingan. Proyek-proyek besar diberikan ke BUMN, tak ada tender sehingga tidak terbentuk harga yang kompetitif. Proyek-proyek tanpa dibekali perencanaan yang memadai.
Cacing yang lebih berbahaya adalah para investor kelas kakap yang dapat fasilitas istimewa dari penguasa. Investasi mereka sangat besar, tetapi hampir segala kebutuhannya diimpor, puluhan ribu tenaga kerja dibawa dari negara asal dan tidak menggunakan visa kerja. Lalu disediakan bahan baku sangat murah karena diterapkan larangan ekspor sehingga pengusaha dalam negeri yang memasok investor asing itu menderita luar biasa.
Karena kedekatan dengan penguasa, investor asing memperoleh keistimewaan. Proyek-proyek mereka dimasukkan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Dengan status itu mereka bisa mengimpor apa saja tanpa bea masuk, tak perlu menggunakan komponen dalam negeri. Mereka bebas mengekspor seluruh produksinya tanpa dipungut pajak ekspor. Dan, yang luar biasa menggiurkan adalah bebas pajak keuntungan sampai 25 tahun. Pajak pertambahan nilai (PPN) pun dibebaskan.
Praktik-praktik tak terpuji itulah yang bermuara pada ICOR (incremental capital-output ratio) yang sangat tinggi. Di era Jokowi ICOR mencapai 6,5, sedangkan sepanjang kurun waktu Orde Baru sampai era SBY reratanya hanya 4,3. Artinya, selama pemerintahan Jokowi-JK, untuk menghasilkan tambahan satu unit output, diperlukan tambahan modal 50 persen lebih banyak.
Investasi Sektor Pertambangan
Sektor pertambangan dan keuangan merupakan sektor yang sudah demikian parah dikuasai pihak asing, yang amat mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
Secara lebih spesifik, evaluasi terpenting sektor pertambangan dan keuangan perlu mendapat perhatian. Korupsi politik di sektor batu bara terjadi secara sistematis dan dalam bentuk perdagangan pengaruh, political capture, dan regulatory capture.
Perusahaan batu bara harus berurusan dengan pejabat publik, yang kemudian mendorong 'perselingkuhan' antara oknum perusahaan, birokrat, dan politisi.
Struktur lama oligarki politik dalam menyatukan bisnis dan politik di sektor batu bara. Struktur oligarki politik menggunakan lanskap baru yaitu desentralisasi dengan kerja sama melalui elite dan penguasa lokal.
Sedangkan bagi masyarakat sendiri aktivitas dan perusahaan batu bara belum memberikan manfaat besar. Terutama, terhadap kesejahteraan warga. Ketiadaan manfaat itu bisa terlihat dari kondisi desa di sekitar pertambangan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Hal ini bisa lihat sendiri kondisi desa-desa sekitar pertambangan, dari segi infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, dan listrik masih sangat minim. Masyarakat di sekitar tambang pun sampai sekarang masih belum sejahtera.
Tak hanya itu, keberadaan tambang juga telah menimbulkan masalah lingkungan. Banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat lubang bekas tambang yang tak direklamasi.
Tambang Batubara menghancurkan alam dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Banyak hal dirugikan akibat praktik tersebut. Sebagai contoh akhir tahun ini di Jambi, operasi angkutan batubara telah membuat masyaralat penguna jalan terganggu, konvoi truk sedemikian panjang menguasai jalan, menimbulkam korban jiwa dan dampak sosial bagi masyarakat. Ini hanya sebagian kecil dari mata rantai investasi yang di agungkan itu.
Menolak Investasi adalah hal yang tak mungkin, tapi menjalankan investasi yang memikirkan kesejahteraan masyarakat adalah kewajiban. Tahap awal kewajiban itu adalah melakukan penyadaran. Untuk itulah tulisan ini disusun, mengugah sebuah kesadaran. ****Penulis adalah Dosen dan Pengamat Kebijakan Publik*****