Pergelaran Lesung Luci Sukses, Teater Tonggak Apresiasi TBJ, Media dan Semua Pihak

Selasa 16-08-2022,18:43 WIB
Editor : Jambi Independent

Alu atau Antan merupakan alat pendamping lesung atau lumpang dalam proses pemisahan sekam dari beras. Alu (antan) dan lesung merupakan dua alat yang tidak dapat dipisahkan dalam penggunaannya. Alu tidak bisa digunakan tanpa ada lesung, begitu sebaliknya. 

Dulunya, alat tradisional ini digunakan untuk mengubah padi menjadi beras secara mekanik. Menggunakan tangan dan tenaga manusia.

Pekerjaannya sering disebut menumbuk padi, yaitu memisahkan kulit padi sehingga menjadi beras dengan menggunakan tangan manusia. Kulit padi yang dihasilkan disebut sekam. Padi yang akan ditumbuk harus dijemur sampai kering dengan cahaya matahari. Tujuannya agar kulit padi mudah dipisahkan dan beras yang dihasilkan tidak patah.

BACA JUGA:Warga Ngaku Trauma, Pasca Terbakarnya Gudang Minyak Ilegal di Lingkar Barat Kota Jambi 

BACA JUGA:Tim Densus 88 Polri Geledah Rumah Terduga Teroris di Jambi, Sejumlah Barang Bukti Disita

Dengan adanya kemajuan teknologi, menumbuk padi dengan cara tersebut tidak digunakan lagi. Sudah ada mesin untuk menjadikan padi menjadi beras. Alu dan lesung kini hanya tinggal kenangan. Kalau pun digunakan sekarang ini hanya untuk menumbuk daun pandan, atau menumbuk singkong rebus menjadi bentuk adonan kemudian diolah menajdi bahan kerupuk.

Luci sebagai alat atau tempat menaruh sesaji yang diadaptasi dari budaya masyarakat Kerinci. Luci merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan sesaji saat musim padi mulai berbunga. Luci digunakan dalam Prosesi upacara yang disebut tari Ngayun luci.

Tari ngayun luci dipersembahkan ke pada leluhur saat masyarakat menanam padi agar tidak dimakan burung saat musim padi mulai berbuah dan berharap mendapatkan hasil melimpah saat musim panen. Selain itu tari Ngayun luci juga bisa untuk penyembuhan penyakit pada zaman dahulu dengan mendatangkan roh-roh nenek moyang sebagai perantara penyembuhan dengan menggunakan sesajen.

Konsep Garapan

Pada awal pergelaran menghadirkan kakitau (Orang-orangan sawah) yang digunakan untuk mengusir burung pemakan padi. ini merupakan kebiasaan masyarakat Bungo, dalam memanfaatkan Kakitau yang dipandang memiliki unsur magic, karena mampu mengusir burung-burung pemakan padi di sawah.

BACA JUGA:Breaking News! Dikabarkan Ada Teroris di Jambi, Brimob Datangi Kawasan Jerambah Bolong 

BACA JUGA:Raih Juara Umum di Kejurprov ESI Provinsi Jambi, ESI Kota Jambi Minta Dukungan Anggaran Koni Kota Jambi

Kakitau didalam pergelaran ini tidak hanya menghadirkan gerak ataupun bentuk dari kakitau namun juga akan adanya dialog antar Kakitau yang bermimpi menjadi manusia. Dialog-dialog yang sampaikan para tokoh, bisa dicerna segala umur, bersifat edukasi dan pencerahan terkait budaya kekayaaan di provinsi Jambi khususnya Kerinci yaitu Ngayun Luci.

"Zaman dahulu, Kakitau masih memiliki eksistensi yang tinggi sesuai dengan fungsinya, yakni mengusir burung pemakan padi, namun seiring perkembangan Zaman, Kakitau mulai kehilangan eksistensinya akibat dari mulai hilangnya area persawahan, yang digantikan dengan bermunculannya gedung-gedung pencakar langit," terang Didin Siroz, selaku pemilik karya dan sutradara.

Kakitau kini mulai hilang eksistensi, area persawahan telah digantikan gedung-gedung tinggi. Sawah, Kakitau dan burung pemakan padi merupakan tiga unsur yang berbeda namun saling berhubungan. Ketika sawah sudah tidak ada, secara otomatis burung dan Kakitau juga hilang. Unsur magic dari kakitau juga dianggap turut hilang, seiring dengan hilangnya sawah dan burung. 

Selain kakitau, kehidupan masyarakat para perempuan pada umumnya pedesaan akan dihadirkan dan diperkuat lewat kostum juga properti seperti Ambung.

Kategori :