JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga kredibel dianggap yang saat ini dianggap telah tercoreng.
Ini sejak Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sendiri ke Papua menemui tersangka kasus korupsi yaitu Gubernur Lukas Enembe.
Kedatangan ketua KPK ke kediaman tersangka korupsi dianggap satu hal yang tak lazim dan bermakna negatif.
Hal tersebut disampaikan Ketua Indonesia Memanggil atau IM57+ Institute M. Praswad Nugraha.
BACA JUGA:Soal Kejadian di SMPN 26 Kota Jambi, Sekolah Sebut Oknum Guru Tak Bersalah
BACA JUGA:Eks PM Pakistan Imran Khan Ditembak, Ini Kronologinya
Menurut dia, pimpinan KPK mendatangi suatu tersangka dengan keramahtamahan sangat menghancurkan proses hukum itu sendiri seperti dikutip dari JPNN.com
"Kedatangan Firli Bahuri ke rumah Lukas Enembe ini seharusnya dilihat sebagai intervensi terhadap tugas penyidik yang sedang bertugas. Para penyidik KPK yg saat ini bertugas akan menjadi sungkan, bahkan mungkin malah menjadi segan dan takut, karena melihat pimpinan KPK bercengkrama dan beramah tamah dengan tersangka," kata Praswad, Jumat 4 November 2022.
Selain itu, menurut dia, publik memaknai pertemuan itu sebagai drama antara Firli dan Lukas. Firli terkesan menunjukkan perlakuan khusus dan istimewa terhadap pejabat negara yang menjadi tersangka korupsi.
"Tidak semua rakyat bisa merasakan kehangatan sikap Firli yang sepertinya malah ditujukan untuk calon tersangka korupsi. Bahkan, kami para penyidik korupsi Bansos tidak pernah mendapatkan kehangatan itu dari Firli. Kami malah diteror dan diberikan sanksi kode etik saat melaksanakan tugas membongkar kasus korupsi Bansos," jelas dia.
BACA JUGA:Ini Daftar Obat yang Merusak Ginjal jika Dikonsumsi Dalam Waktu Lama
BACA JUGA:Ini Cara Beralih ke TV Digital dari Siaran Analog
Dia juga tidak sepakat apabila ketua KPK sendiri datang menemui tersangka disebut sebagai bentuk strategi penyidikan. Seharusnya, keramahtamahan itu dilakukan penyidik, misal dalam rangka persuasif agar saksi atau tersangka mengakui perbuatan tindak pidana yang dia lakukan.
"Bukan oleh pimpinan KPK. Atas dasar apa Ketua KPK mengistimewakan Lukas Enembe?" jelas dia.
Praswad juga mempertanyakan mengapa Lukas Enembe tidak diperlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir berkali-kali. Dia merasa heran mengapa KPK tidak dikeluarkan surat perintah membawa paksa Lukas Enembe.
Tindakan ini adalah pelanggaran prinsip dan kode etik yang ada di KPK yaitu memperlakukan setiap warga negara Indonesia secara sama di hadapan hukum," jelas dia.
BACA JUGA:Siap Siap, Harga Rokok dan Vape Bakal Meroket
BACA JUGA:Hemat Bahaya
Mantan penyidik KPK itu menerangkan perlakuan Firli itu menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus ke depan karena tersangka akan berupaya menggunakan pendekatan yang sama sehingga dapat menjadi posisi tawar dengan pimpinan KPK. *