JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Ternyata, mantan nara pidana atau mantan napi diperbolehkan ikut bertarung dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Namun, ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh calon tersebut.
Hal ini dijelaskan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari bahwa tidak ada larangan bagi mantan napi untuk maju dan bertarung di dunia politik. Yakni diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif (DPR).
Namun, ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Diantaranya jika mantan napi tersebut ingin mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau annggota DPR, maka harus sudah lima tahun bebas murni dari hukuman pidananya.
Hal ini menurutnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 terkait mantan napi boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
BACA JUGA: Info Penerimaan CPNS 2023: Persyaratan, Tahapan, dan Jadwal CPNS 2023
BACA JUGA:Barang Enak
"Kalau sudah pernah kena pidana yang ancaman 5 tahun lebih, baru boleh mencalonkan diri. Kalau sudah selesai menjalani pidananya, atau setelah menjadi mantan terpidana. Atau istilah awamnya sudah bebas murni, dan durasi bebas murninya sudah lebih dari 5 tahun," kata Hasyim di Hotel Ambhara, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.
Hasyim mengatakan aturan ini juga telah berlangsung sejak Pilkada kemarin, bahwa orang yang pernah kena pidana dengan ancaman 5 tahun lebih tidak boleh mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah, kecuali kalau selesainya dipidana itu sudah melampaui batas waktu 5 tahun.
Dikatakannya bahwa hal ini menjawab polemik yang terjadi di masyarakat terkait mantan napi korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Hasyim menyebut keputusan MK tersebut bisa menjadi pelajaran bahwa orang-orang yang sudah pernah diberi amanah, lalu mengingkari amanahnya, tidak layak lagi untuk menjadi pejabat publik.
BACA JUGA:Sorot Kinerja Posyandu, Begini Reaksi Jokowi Terhadap Bayi Diberi Kopi Sachet
BACA JUGA:Info Kesehatan : Waspada Ya..Ini 5 Bahaya Jahe Bagi Tubuh jika Dikonsumsi Berlebihan
"Menurut pandangan KPU, salah satu unsur tindak pidana korupsi itu ada unsur penyalahgunaan wewenang. Itu artinya apa? Orang dikasih wewenang, tetapi disalahgunakan, ini berarti nggak kredibel, mestinya nggak boleh dong nyalon lagi, karena sudah pernah mengkhianati amanah yang diberikan," ujarnya.
Untuk diketahui, putusan MK ini diambil dalam sidang yang digelar pada Rabu 30 November 2022 atas gugatan seorang warga Tambun Utara, Bekasi, Leonardo Siahaan, atas Pasal 240 ayat (1) huruf g pada UU Pemilu.
Dalam gugatannya, pemohon mengemukakan beberapa dampak buruk akibat pasal yang dinilai memberikan ruang bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.