Selama ini riset Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menunjukkan 80 persen dari seluruh wilayah tambang di Indonesia berisiko terhadap ketahanan pangan dan berujung pada kemiskinan.
BACA JUGA:Waduh...Ular Berbisa Berkeliaran di Kantor Damkar Kota Jambi
BACA JUGA:BREAKING NEWS : Kebakaran Hebat Terjadi di Kantor Damkar Kota Jambi, Cek Faktanya Disini
Area bekas tambang merusak kondisi lahan, mengontaminasi air, dan kandungan air dalam tanah juga menjadi rusak.
Tambang dianggap merusak potensi lahan untuk bercocok tanam. Nelayan dan petani kehilangan produktivitas hingga 50 persen untuk padi dan 80 persen untuk ikan.
Akibatnya, bayang-bayang kemiskinan tak melulu kabupaten/kota dengan wilayah batu bara yang luas, berarti tingkat kemiskinan juga rendah atau di bawah angka provinsi.
“Artinya, masyarakat di wilayah tambang tersebut tidak punya keterampilan untuk bisa masuk ke pasar tenaga kerja pertambangan. Makanya, perusahaan di sana merekrut pekerja dari daerah lain,” jelasnya.
BACA JUGA:Pendaftaran CPNS 2023 Dibuka Juni, Ini Syarat dan Cara Daftar Akun di sscasn.go.id
Agar masyarakat setempat bisa ikut menikmati hasil pertambangan dan mengurangi kemiskinan, penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi harus dilakukan.
Untuk membantu mereka, Noviardi merekomendasikan pemerintah agar melakukan pemetaan keterampilan, baik dari sisi kebutuhan industri maupun ketersediaan pekerja di daerah.
“Perlu juga penguatan untuk sekolah vokasi di sektor pertambangan,” imbuhnya.
Selain memberdayakan masyarakat, pemerintah dan perusahaan tambang juga harus bertanggung jawab terhadap kualitas hidup masyarakat sekitar.
BACA JUGA:BBM Pertamax Naik Rp 500 per Liter, Ini Daftar Update Harga BBM Pertamina Selasa 21 Maret 2023
BACA JUGA:Ini Pengertian, Daftar Tugas dan Gaji Guru Penggerak 2023, Ikutan Daftar Yuk...Begini Caranya
Mereka harus ikut memperbaiki area tambang yang sudah tereksplorasi sehingga warga tak perlu bergelut dengan polusi.*