Dari data perizinan, hutan tanaman yang berada di lahan gambut tercatat 61.085 ha, dari luas ini, 16.013 ha diantaranya merupakan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 4 meter atau terkategori gambut sangat dalam. Sementara itu, kawasan perkebunan di lahan gambut seluas 320.132 hektar dan 43.808 ha berada di kawasan gambut sangat dalam atau lebih 4 meter.
BACA JUGA:Hendak Belanja ke Warung, Pengendara Motor Terserempet Mobil hingga Alami Luka Luka
“Pengalaman yang terdahulu menunjukkan di setiap musim kemarau panjang, kebakaran hampir bisa dipastikan terjadi. Merujuk pada tahun 2015 dan 2019, gambut di Jambi, dilahap api,” kata Direktur KKI Warsi Adi Junedi.
Berkaca pada tahun 2019 dan 2015, kebakaran lahan gambut meluluhlantakkan Provinsi Jambi. Menyebabkan banyak orang sakit ISPA, sekolah ditutup, aktivitas di bandara lumpuh dan ekosistem hancur.
Hal ini terjadi karena kanalisasi lahan gambut untuk menurunkan muka air gambut atau pengeringan. Penurunan muka air gambut membuat gambut kehilangan fungsinya sebagai penyerap air. Pada musim kemarau air gambut akan hilang, sehingga kandungan organik yang ada di lahan itu menjadi sangat mudah terbakar.
Pastikan Tata Kelola Gambut Sesuai Peraturan yang Berlaku
BACA JUGA:Operasi Ketupat 2023, Ini Titik Lokasi Posko Pengamanan Mudik di Kabupaten Bungo
BACA JUGA:Ini 4 Tips Membuat Ketupat agar Lezat dan Empuk saat Lebaran Idul Fitri
Gambut bukan sumber masalah, akan tetapi bencana dapat bermula dari pengelolaan gambut yang abai dan tidak memperhatikan karakteristiknya sebagai lahan basah. Aliansi Insan Lingkungan Lestari (Ailints) sebuah organisasi di Jambi menyebutkan, para pihak baik pemerintah dan swasta memiliki tanggung jawab untuk melakukan restorasi untuk pemulihan dan pencegahan kebakaran di lahan gambut.
Menurut data, pemanfaatan lahan ekosistem gambut oleh Perusahaan HTI di Provinsi Jambi berdasarkan kedalaman gambutnya mencapai luasan 86.442 Hektar.
Diketahui sebanyak 11 perusahaan memegang izin pengolahan gambut untuk penanaman akasia, eukaliptus, dan perkebunan sawit serta pengolahan migas.
Perusahaan HTI dan Perkebunan Sawit diwajibkan membuat rencana pemulihan ekosistem gambut di areal konsesinya, membuat Titik Penaatan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT) manual dan TP-TMAT otomtatis (data logger) untuk mencapai TMAT 0,4 m, membuat stasiun pemantauan curah hujan (ombrometer), membuat sekat kanal dengan pelimpasan atau tanpa pelimpasan, dan pemulihan vegetasi melalui kegiatan rehabilitasi, revegetasi dan suksesi alami.
BACA JUGA:Wow...Low Budget, Biaya Hidup di 5 Wilayah Ini Tak Sampai Rp 1 Juta per Bulan Loh..
BACA JUGA:BREAKING NEWS : Pompong Tengelam saat Hendak Melansir Pinang, 1 Korban Belum Ditemukan
“Restorasi gambut di areal konsesi HTI dan Perkebunan menjadi tanggung jawab dan kewajiban perusahaan pemegang izin konsesi yang bersangkutan. Untuk itu, pemerintah melakukan audit kepatuhan,” kata Diki Kurniawan Direktur Ailints.