Beberapa kuburan bahkan telah jatuh ke sungai karena dampak dari penambangan ilegal ini.
"Jadi kami di sini merasa sangat resah dan meresahkan sehingga aktivitas Peti ini sudah merusak lingkungan yang membahayakan ke depannya," jelasnya.
Keresahan dan kekhawatiran masyarakat pun semakin membesar, karena aktivitas PETI sudah berlangsung selama lima hingga enam tahun lamanya.
BACA JUGA:Asik! 2.345 PPPK Kota Jambi Terima SK Minggu Depan, Ini Penjelasan Kepala BKPSDMD Kota Jambi
BACA JUGA:Pj Bupati Merangin Mukti Tegaskan Pelantikan 60 Pejabat Didukung dengan Izin Mendagri
As'at menegaskan bahwa pemerintah desa telah berulang kali melakukan mediasi dengan para pemilik PETI untuk menghentikan aktivitas ilegal mereka.
"Aktivitas ini sudah bertahun-tahun, tapi kita selalu lakukan mediasi dan mereka (pemilik PETI) mau mentaati aturan kita," kata As'at.
Namun, setiap kali setelah mediasi dilakukan, para penambang kembali beraktivitas tanpa memperdulikan peringatan dan kesepakatan yang telah dibuat.
Namun beberapa hari setelah mediasi, mereka bekerja lagi. "Terpaksa kita lakukan tindakan pembakaran," tegasnya.
BACA JUGA:6 Cara Merawat Liver Agar Tetap Sehat
Oleh karena itu, tindakan pembakaran terhadap alat tambang ilegal dianggap sebagai langkah terakhir yang diambil oleh warga dan pemerintah desa untuk menegakkan aturan dan melindungi lingkungan serta kepentingan masyarakat.
Insiden ini juga memperlihatkan kekacauan di lokasi penambangan, di mana puluhan pekerja terpaksa melarikan diri menyelamatkan diri dari kemarahan massa.
Alat-alat tambang yang menjadi simbol dari aktivitas ilegal tersebut pun dihancurkan dengan cara dibakar.
Kejadian ini menjadi sebuah cerminan dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan ilegal terhadap lingkungan dan masyarakat.
BACA JUGA:Yuk Lihat Gaya Pacaran Berdasarkan 12 Zodiak, Kamu yang Mana?