"Tak syah lagi pemerintah sudah menguasai Komite. Mencampuri urusan pers. Ini kembali ke paradigma UU Pers lama dan melanggat UU Pers No 40 Tahun 1999," katanya seraya menyampaikan, dana Komite bersumber dari: a. Organisasi pers; b. Perusahaan pers; c. bantuan dari negara; dan/atau d bantuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
'Bagaimana Komite mau membantu perusahaan pers, kalau sumber dananya salah satunya malah dari perusahaan pers sendiri? Komite malah membebani perusahaan pers. Kalau sebagian besar dari negara lewat pemerintah maka pemerintahlah yang berkuasa mengatur Komite," kata Wina.
Kehadiran Komite di tengah upaya pemerintah ini mengurangi lembaga atau organisasi yang tidak penting merupakan pemborosan keuangan negara dan perusahaan pers. Secara Tidak Langsung Komite telah mengambil alih independen pers dalam mengatur dirinya sendiri. Jadi merupakan pengekangan terhadap kemerdekaan pers.
"Publisher Rights ini lebih banyak merugikan perusahaan pers. Perusahaan platform digital melanggar UU Pers dan banyak landasan pembuatan yang tidak jelas serta tidak kokoh. Sebaiknya Perpres ini dicabut saja. Tak ada gunanya bagi kemajuan pers. Kalau pemerintah masih bersikukuh, diupayakan ada judicial review (JR) ke Mahkamah Agung," tegas Wina. *