Di sisi lain, Asrorun Niam dari MUI menegaskan bahwa produk yang diberi nama atau merek seperti “tuyul” dan “beer” tidak bisa dianggap halal sesuai dengan standar fatwa MUI.
BACA JUGA:Panduan Diet Sehat: Menurunkan Berat Badan dengan Tepat
BACA JUGA:Ini Rahasia Keselamatan Berkendara Ala Anak Muda di Seminar AHM ‘Slow Down, Life Up’
Menurutnya, produk yang mendapatkan sertifikat halal melalui jalur self-declare, yang tidak melibatkan audit dari Komisi Fatwa MUI, tidak bisa dijamin kehalalannya oleh MUI.
Ia menjelaskan, penggunaan nama yang mengarah kepada hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti minuman memabukkan, tidak dapat disertifikasi halal.
Lebih lanjut, Asrorun menyebut bahwa Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2023 mengatur dengan tegas kriteria yang harus dipenuhi oleh produk yang ingin mendapatkan sertifikasi halal.
Salah satunya, produk tidak boleh menggunakan nama atau simbol yang terkait dengan makanan atau minuman haram, baik dari segi nama, aroma, atau kemasan.
BACA JUGA:Ini Lokasi Penangkapan Pelaku Pembunuhan Kasus Mayat Wanita di Dalam Lemari
BACA JUGA:Jelang Pelantikan, Tim Pemenagan JADI Pelepat Ilir Diberikan Pembekalan
Nama-nama yang identik dengan minuman memabukkan seperti “wine” atau “beer” tidak bisa memenuhi standar halal yang telah ditetapkan.
Untuk mengatasi kebingungan yang muncul di masyarakat, BPJPH mengajak seluruh pihak terkait, termasuk ulama dan produsen, untuk berdiskusi guna menyamakan persepsi mengenai penamaan produk.
Dzikro, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, menyatakan bahwa perbedaan pendapat ini masih dalam ruang lingkup layanan sertifikasi halal, dan dialog antar pihak diperlukan untuk mencegah munculnya polemik di masyarakat.
BPJPH berharap dengan adanya diskusi bersama, tidak akan ada lagi produk dengan nama kontroversial yang memicu ketidakpastian di kalangan konsumen mengenai status kehalalannya.
BACA JUGA:Pengungkapan Kasus Mayat Wanita di Dalam Lemari Kost, Ini Penjelasan Kapolresta Jambi
“Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk,” ujar Dzikro. “Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya,” tambahnya.