JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) baru-baru ini mengusulkan tindakan radikal untuk meruntuhkan dominasi Google dalam industri pencarian internet.
Salah satu opsi yang diusulkan adalah divestasi bisnis penting Google, termasuk browser Chrome dan sistem operasi Android, sebagai langkah untuk meredam pengaruh monopolinya.
Langkah ini diajukan dalam rangkaian kasus antimonopoli yang ditangani oleh pengadilan terhadap raksasa teknologi tersebut.
Jika hakim mengikuti rekomendasi DOJ, hasilnya bisa sangat merugikan bagi bisnis Google.
Saat ini, mayoritas pendapatan Google berasal dari iklan digital, yang sebagian besar dihasilkan melalui pencarian di mesin pencari mereka.
BACA JUGA:Selebgram Medan Jadi Tersangka Kasus Penodaan Agama: Ratu Talisha Ditahan
BACA JUGA:Penyebab dan Cara Efektif Mengatasi Bau Badan
Opsi divestasi ini dapat menggoyahkan fondasi bisnis Alphabet, induk perusahaan Google, yang telah lama menguasai pasar.
Selain opsi divestasi, DOJ juga mempertimbangkan untuk memaksa Google berbagi hasil pencarian dan indeks pencariannya dengan para pesaing.
Tujuan dari opsi ini adalah memberikan ruang yang lebih luas bagi kompetitor dalam industri pencarian, yang selama ini sulit menyaingi kekuatan besar Google.
Dampak dari langkah-langkah ini mulai dirasakan oleh Google dan induknya, Alphabet. Saham Alphabet tercatat turun 1,5%, menjadi US$ 161,86 pada penutupan perdagangan Rabu 9 Oktober 2024 waktu setempat.
Penurunan ini menunjukkan kekhawatiran investor akan potensi dampak besar dari keputusan pengadilan yang bisa mempengaruhi struktur bisnis Google.
Jika DOJ berhasil dengan solusinya, pendapatan Google, terutama dari sektor iklan digital, bisa terdampak signifikan.
BACA JUGA:Tips Ampuh Menghilangkan Bau Jengkol Setelah Dikonsumsi
BACA JUGA:Cara Membuat Gorengan Renyah dan Nikmat di Rumah