JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Debt collector, atau yang sering disebut sebagai penagih utang, sering kali menjadi sosok yang menakutkan bagi para peminjam yang kesulitan melunasi pinjaman mereka.
Salah satu jenis penagihan yang kini marak adalah penagihan pinjaman online (pinjol), yang sering kali menimbulkan keresahan di masyarakat.
Namun, meskipun terkadang dirasa mengganggu, sebenarnya debt collector hanya menjalankan tugas untuk memastikan bahwa peminjam memenuhi kewajiban mereka.
Di balik proses penagihan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan aturan ketat yang harus diikuti oleh perusahaan penyedia layanan pinjaman berbasis teknologi atau peer-to-peer (P2P) lending, termasuk dalam hal etika penagihan.
Aturan ini penting agar proses penagihan berjalan dengan lebih manusiawi dan tidak melanggar hak-hak peminjam.
BACA JUGA:Tanda Sahabat Lawan Jenis Punya Perasaan Lebih dari Sekadar Teman
BACA JUGA:Tips Membuat Sate yang Enak dan Empuk untuk Dinikmati Keluarga
OJK telah menetapkan sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi oleh penyelenggara P2P lending dalam penagihan utang. Berikut adalah beberapa poin penting yang diatur oleh OJK:
• Penagih utang dilarang menggunakan cara-cara yang melibatkan ancaman, intimidasi, atau hal-hal yang negatif lainnya. Ini termasuk larangan untuk menggunakan unsur SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) sebagai bentuk tekanan.
• Penagih utang tidak diperbolehkan melakukan penagihan sepanjang waktu. OJK menetapkan bahwa batas waktu maksimal untuk melakukan penagihan adalah pukul 20.00 waktu setempat. Dengan aturan ini, masyarakat tidak akan merasa terganggu oleh penagih utang pada waktu yang tidak wajar.
• Penyelenggara P2P lending harus memastikan bahwa proses penagihan dilakukan secara etis dan bertanggung jawab. Jika terjadi kasus yang merugikan, seperti intimidasi yang berujung pada insiden serius, penyelenggara bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh debt collector yang mereka kontrak.
Aturan ini sejalan dengan Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK), di mana terdapat sanksi tegas bagi pihak yang melanggar.
BACA JUGA:Istilah Generasi di Indonesia: Memahami Perbedaan dan Karakteristiknya
BACA JUGA:Cara Efektif Mengatasi Ketombe Secara Alami dan Menyeluruh
Pasal 306 UU PPSK menyebutkan bahwa jika pelaku usaha sektor keuangan melakukan penagihan dengan cara yang melanggar aturan, mereka dapat dikenai pidana penjara 2 hingga 10 tahun dan denda sebesar Rp 25 miliar hingga Rp 250 miliar.