JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta resmi memperberat hukuman terdakwa Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara atas kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022.
Keputusan ini merupakan hasil banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan penasihat hukum Harvey Moeis.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Teguh Harianto, majelis hakim memutuskan untuk mengubah putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain memperberat hukuman penjara, pidana denda tetap ditetapkan sebesar Rp1 miliar, namun subsider kurungan diperpanjang menjadi 8 bulan jika denda tidak dibayarkan.
BACA JUGA:Akhirnya Kebakaran Sumur Minyak Ilegal di Senami Padam, Ucok Padang Lawas Cs Belum Tertangkap
BACA JUGA:Samsung Galaxy S25 Series, Era Baru Interaksi AI yang Memahamimu Lebih Dalam
Tidak hanya itu, pidana tambahan berupa uang pengganti yang harus dibayar oleh Harvey Moeis juga meningkat signifikan, dari Rp210 miliar menjadi Rp420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara jika tidak dibayarkan.
Pertimbangan Hakim dalam Putusan Banding
Majelis Hakim PT DKI Jakarta mempertimbangkan beberapa faktor yang memberatkan dalam putusan ini.
Salah satunya adalah tindakan Harvey yang dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, perbuatan Harvey juga dianggap menyakiti hati rakyat, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit.
BACA JUGA:Ayo Daftar! Berikut daya tampung SPAN-PTKIN UIN STS Jambi 2025
BACA JUGA:Perusakan TPS di Sungai Penuh, 1 Tersangka Lagi Dilimpahkan ke Kejaksaan
"Perbuatan terdakwa sangat merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, hukuman yang lebih berat menjadi bentuk keadilan bagi publik," ujar Hakim Ketua Teguh Harianto dalam sidang pembacaan putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis 13 Februari 2025.
Sebelumnya, Harvey Moeis divonis oleh PN Jakarta Pusat dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Namun, putusan tersebut dinilai terlalu ringan oleh JPU, sehingga dilakukan upaya banding.