PT SAL Sinergikan Ekonomi Masyarakat dan Kesehatan Suku Anak Dalam

Kamis 14-04-2022,13:56 WIB

SAROLAGUN, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pengembangan UMKM menjadi salah satu target yang harus dicapai oleh semua desa di Indonesia, tidak terkecuali Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Hendri Sumasto, Kepala Desa Pematang Kabau, pun memutar otak. Ia melakukan pengamatan kepada desa-desa sekitar untuk mencari model pengembangan UMKM yang sustainable atau berkelanjutan.

“Komoditas-komoditas yang dikembangkan oleh desa yang diamati mengalami kegagalan,” ungkapnya.

Tidak putus asa, Hendri mencari informasi di media sosial dan berkomunikasi dengan kawan-kawannya yang berada di luar Jambi. Dari situlah Hendri menemukan komoditas Sereh Wangi.

Baca Juga: Menko Airlangga Lantik Wan Darussalam, Sebagai Anggota Bidang Pengusahaan BP Batam

Baca Juga: Ini Biaya Haji Tahun 2022 yang Telah Disepakati

Pada pertengahan semester 2019, Hendri mulai menanam sereh wangi sebesar 3,5 hektar yang terdiri dari dua hamparan. Namun, hamparan yang dimiliki Hendri tidak sepenuhnya komoditas sereh wangi. Pria 35 tahun ini melakukan tumpang sari dengan kelapa sawit.

“Kita masih project, belum berani kalau harus meninggalkan kelapa sawit,” ungkapnya. Pasalnya komoditas kelapa sawit masih menjadi tulang punggung bagi dirinya dan masyarakat desa.

Setahun setelah itu, ia mulai membangun pabrik pengolahan. Dari situ, ia mulai mengolah komoditas sereh wangi. Dari daun atau rumput tersebut dihasilkan minyak sereh wangi. Minyak yang tergolong minyak atsiri ini bisa menjadi bahan baku untuk minyak telon dan lain sebagainya.

Hasil samping dari proses itu adala air hidrosol. Air hidrosol ini, oleh Hendri, dikembangkan menjadi produk wedang sereh wangi dan sabun pencuci piring.

Baca Juga: Danrem 042/Gapu Terima Audiensi Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel

Baca Juga: Istri Hamil dan Tuntutan Ekonomi, Pencuri Sawit di Sarolangun Dapat Restorative Justice

Masalah Pemasaran Setelah produksi, masalah yang timbul adalah pemasaran.  Harga jual minyak atsiri ini anjlok menjadi 270.000 per kilogram dari sebelumya 400.000 per kilogram. Wedang sereh wangi dan sabun pencuci piring kemudian hadir.

Masalahnya sama, produk samping ini juga kesulitan dalam pemasaran.

PT Sari Aditya Loka (PT SAL) melihat kondisi tersebut tergerak untuk membantu mencarikan pasar yang tepat. Pertemuan PT SAL dengan Kepala Puskesmas memberikan ide baru. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada orang rimba (OR) atau Suku Anak Dalam (SAD) yang menjadi program puskesmas dan PT SAL menjadi jalan untuk membuka pasar.

“Kami membuka inisiasi pemasaran produk untuk ke Suku Anak Dalam ( SAD ) yang mana juga membuka wawasan PHBS  ke warga SAD,” ungkap Cipta Wibama, Administratur PT SAL.

Baca Juga: Terekam CCTV, Maling Kotak Amal di Bungo Diciduk

Baca Juga: Patut Dicoba Bun, Ini 5 Pengobatan Alami Bikin Stretch Mark Minggat

PT SAL selalu memberikan bantuan sosial jatah hidup (jadup) yang berisikan bahan-bahan pokok kepada SAD. Sebanyak 331 Kepala Keluarga (KK) SAD menerima program ini. PT SAL memberikan tambahan sabun yang dihasilkan oleh Hendri pada jadup yang SAD terima.

“Artinya, kami memesan sebanyak 300 botol sabun dari Pak Hendri untuk didistribusikan kepada 331 KK setiap bulannya,” tambah Cipta.

Dengan program ini, Cipta berharap agar bisnis minyak sereh wangi dapat terus berkembang serta program PHBS bagi komunitas adat terpencil dapat berjalan dengan baik.

“Kedepan, jika project ini berjalan dengan baik, bisa jadi kita kembangkan bisnis komoditas sereh wangi kepada masyarakat SAD sebagai program pengembangan ekonomi,” ungkapnya. (rib)

Tags :
Kategori :

Terkait