JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI – Wulandari, terpidana kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi tahun 2015, mengajukan upaya hukum luar biasa. Melalui kuasa hukumnya, Wajdi Wulandari menguji putusan tingkat kasasi dengan Peninjauan Kembali (PK).
Dalam permohonan PK, Wajdi menerangkan, ada khikilafan dan kekeliruan menerapkan hukum. Bahwa pemenang lelang pengadaan alat-alat kesehatan RSUD Rade Mattaher Jambi tahun 2015 adalah PT Arun Karya Hutama.
Selanjutnya pihak PT Arun Karya Hutama mengalihkan seluruh pekerjaan (sub-kontrak) kepada pemohon PK dihadapan notaris, pada 7 Agustus 2015. “Akibat hukum atas mengalihkan seluruh (subkontrak) kepada pemohon PK, dari sisi yuridis tidak dapat dibenarkan. Sebab penyedia baran/jasa dilarang mengalihkan (subkontrak) pekerjaan utama,” terang Wajdi, usai sidang, kemarin (30/1).
Peninjau Kembali yang diajukan, lanjutnya, karena dalam putusan memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata. “Selain bukti baru (novum), kekhilafan hakim pun bisa menjadi dasar pengajukan permohonan dalam mengajukan permohonan Peninjaun Kembali,” jelasnya.
Berdasarkan fakta terungkap dalam persidangan, ternyata Wulandari pada periode Januari-April 2016 masih mengirimkan alat kesehatan dengan spesifikasi dan fungsional sesuai dengan kontrak. Ini sesuai dengan keterangan Eri Faisal, Ketua PHP; Jauhari Ilham Putra, Sekretaris PPHP, dan saksi Hafid Zen.
“Ternyata dalam putusan tingkat kasasi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Padahal, jika diperhitungkan, maka dapat diperhitungkan sebagai pengurangan pembayaran uang pengganti bagi diri Pemohon (Wulandari, red),” tegas Wajdi.
Dalam permohonan PK, Wulandari memohon pada hakim membebaskan dari semua dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan terpidana Wulandari dari segala tuntutan hukum. “Menerima permohonan peninjauan kembali yang diajukan seluruhnya. Membatalkan putusan Mahkamah Agung nomor: 926PK/Pid.Sus/2018 tangal 31 Juli 2018 atas nama terpidana Wulandari Binti Sarjono,” tandasnya.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa Wulandari. Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 13/Pid.Sus-Tpk/2017/PT.Jmb tanggal 17 Januari 2018 yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jambi Nomor 22/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Jmb tanggal 1 November 2017 mengenai lamanya pidana penjara, lamanya pidana kurungan pengganti denda, dan redaksi pidana uang pengganti.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 8.115.025.163,00 dikompensasikan dengan uang yang telah dikembalikan kepada penyidik sebesar RP 20 juta. Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda Terpidana dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang Pengganti, maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun. (ira/zen)