JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI – Sidang kasus dugaan korupsi dana untuk pembangunan fasilitas desa pada 2019, dengan terdakwa Rodi Nurmansyah sebagai Kepala Desa Seponjen, Kabupaten Muarojambi, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Senin (20/9).
Agenda kali ini adalah mendengarkan keterangan para saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muarojambi Cheppy Indragunawan, menghadirkan enam orang saksi. Mereka adalah 4 Perangkat Desa Seponjen, yaitu Rusdianto, Yuni Astuti, Mulyani, dan Tobroni. Serta 2 Kepala Dusun II dan III, yaitu Sulaiman dan Suyanto.
Dalam keterangannya di hadapan hakim, Rusdianto mengatakan perencanaan pembangunan fasilitas desa yang berhasil dilakukan adalah jembatan kantor desa, tambatan perahu, dan aula. “Tetapi satu pembangunan yang tidak selesai yaitu jembatan yang berukuran 2 x 8 meter,” kata dia.
Sementara saksi lainnya, yaitu Mulyani, mengaku tidak pernah menerima dana yang dikelola oleh sang kades. “Saya sebagai kepala dusun hanya mengetahui ada pembangunan saja,” kata dia, sambil menambahkan dia juga hanya tahu gaji dia sebagai kadus.
Dalam dakwaan JPU, dikatakan bahwa sejak dilantik pada 2019, terdakwa merencanakan anggaran desa untuk pembangunan fasilitas desa. Di antaranya, dua jembatan, satu tambatan perahu, dan satu aula. Rencana ini awalnya berjalan lancar. Hingga pada 2020, pembangunan jembatan kedua belum juga usai.
Dari catatan rekening koran tercatat, Rodi menarik uang anggaran desa sebanyak tiga kali, yang diperkirakan dana untuk pembangunan. Penarikan pertama pada 13 Juni 2019 sebesar Rp 119.576.500, penarikan kedua sebesar Rp 52.950.000, dan penarikan ketiga sebesar Rp 191.751.600.
Proses penarikan dana di Bank Jambi dilakukan sesuai prosedur, yaitu dengan Surat Permintaan Penarikan (SPP). Hanya saja, dana desa yang ditarik terdakwa langsung dikelola sendiri tanpa melibatkan perangkat desa lainnya.
Atas perbuatan ini, tercatat kerugian negara dari penyimpangan dana Rodi mencapai Rp 187.088.254,45. Atas perbuatannya, dia dijerat pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. (mg02)