JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI - Kini hampir semua wilayah masuk dalam musim penghujan. Ini berdampak pada petani karet menjadi kurang produksi. Akibatnya akan mempengaruhi nilai ekspor petani yang turun.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal mengatakan, pengurangan produksi karet saat ini mengalami penurunan sekitar 30 persen akibat musim hujan. “Kelihatannya petani karet mulai turun produksinya, petani sudah mulai jarang panen karena hujan,” kata dia, Minggu (19/9).
Lanjutnya, musim hujan membuat para petani karet malas untuk memanen, pasalnya getah dari pohon karet tak bisa di tampung karena bercampur dengan air hujan. Sehingga bisa terbuang sia-sia. Dengan demikian, para petani lebih baik tidak memanen karetnya ketimbang tidak ada hasilnya.
Meski demikian harga karet di Provinsi Jambi cenderung stabil ditingkat petani sebesar Rp 10 ribu per kilogramnya, sementara di tinggal pengepul atau di perusahan yang menampung mencapai Rp 12 ribu per kilogramnya. Ini karena permintaan yang terus meningkat, sementara produksi karet berkurang.
“Apalagi sekarang mereka banyak yang beralih untuk memanen sawit ketimbang karet, karena harga karet cenderung naik,” tambahnya.
Sebelumnya, tingginya harga karet tersebut karena di Jambi juga mulai memproduksi karet sendiri. Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi Jambi juga telah menggaet kabupaten kota untuk memproduksi 200 sendal berbahan karet dari petani. Ini baru di pasarkan di tingkat ASN Pemprov Jambi.
Ini merupakan salah satu bentuk hilirisasi karet, pasalnya, saat ini harga karet di Provinsi Jambi masih relatif rendah, sehingga banyak petani karet yang mengeluh. Setidaknya dengan hilirisasi karet ini harga karet bisa kembali tinggi.
Lanjutnya, untuk hilirisasi karet ini, Pemprov Jambi yang dalam hal ini Disperindag Provinsi Jambi, bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian, Bank Indonesia, dan kabupaten setempat. Untuk hilirisasi baru dikerjakan di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muarojambi dengan memanfaatkan teknologi yang ada. (slt/rib)