Mengugat Konsep Investasi, Mengugah Sebuah Kesadaran
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
" Kita tidak bisa menjamin kesejahteraan kita, kecuali dengan menjamin kesejahteraan orang-orang lain juga.
Jika anda bahagia, anda harus rela mengusahakan orang-orang lain agar bahagia pula. "
Bertrand Russell
Kalimat di atas bisa menjadi kritik akan paradigma ekonomi yang terlalu memuja investasi asing, tak akan bisa mendorong pemerataan dan distribusi kesejahteraan pada masyarakat setempat adalah suatu masalah Indonesia hari ini.
Sikap haus akan investasi negara asing membuat manfaat ekonomi mengalir dari negeri tempat investasi ke negara pemodal, dari rakyat yang miskin ke orang-orang kaya. Akumulasi kapital terus menerus menumpuk ke segelintir penduduk, sementara mayoritas rakyat miskin dan jelata masih mengais-ngais riski yang tidak pasti untuk mempertahankan kesinambungan hidupnya.
Alhasil, kesenjangan masih mengemuka. Kesenjangan terjadi karena distribusi kekayaan tidak berjalan lancar. Terjadi akumulasi kekayaan yang menumpuk pada segelintir elite ekonomi dan politik, seperti yang pernah terjadi pada era cultuur stelsel. Dalam rancang bangun pola cultuur stelsel itu, di mana realitas ekonomi rakyat dipisahkan dari dinamika modernisasi ekonomi, telah menjadikan massa rakyat hanya sebagai tukang dan penonton. Penguasaan ekonomi lebih banyak ditentukan penguasa sumberdaya domestik, yang telah berkolaborasi pihak asing dan jaringan korporatoktrasi global. Surplus ekonomi tersedot keluar di sertai modernisasi ekonomi yang tampil semu.
Apa yang kemudian terjadi di Tanah Air? Ekonomi bangsa sulit keluar dari dekapan pemilik modal asing. Nyaris semua barang dan jasa yang kita konsumsi tiap hari saat ini, ternyata bukan lagi produk dan karya anak bangsa, tapi produk pemodal dan pemilik asing.
Meski investasi tetap penting sebagai cara memicu kegiatan ekonomi dan membawa ekonomi pada skala besar dan global, tetapi kedaulatan ekonomi harus tetap dijaga, sebagai sarana untuk memastikan bahwa pembesaran kegiatan ekonomi itu terutama akan berdampak kesejahteraan pada rakyat.
Namun nyatanya, dalam struktur ekonomi negeri-negeri maju, investasi dimaksudkan untuk menopang ekspansi sektor industri di negara-negara berkembang. Dalam konteks ini, negara-negara berkembang dieksploitasi untuk menyokong surplus ekonomi Negara-negara kapitalis maju.
Jika mau jujur, semua pelaku ekonomi memiliki watak yang sama. Semuanya ingin menjadi free rider, dan berusaha menghilangkan tanggung jawab sosial. Ingin investasi cepat kembali, tak peduli beban sosial, beban lingkungan, lalu modal cepat kembali.
Hal ini menjadikan di berbagai daerah investasi tidak berujung pada pergerakan ekonomi setempat. Masyarakat tidak bisa banyak terlibat, antara lain karena masyarakat sendiri memang tidak memiliki cukup kemampuan untuk terlibat.
Secara nasional, muncul keluhan perihal dominasi pemilikan tanah, pemilikan modal dan produktivitas oleh asing yang menjadikan pemilik usaha hanya sebagai "boneka", sementara perputaran modalnya oleh pihak asing.
Masalah paling mendasar adalah investasi besar tetapi hasilnya kecil. Inilah yang harus dijawab dan dicarikan obat mujarabnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: