Jaksa Sebut Sudah Sesuai Prosedur Pengacara Subhi Ungkap Ada Pihak Lain Terlibat
Selanjutnya, Awaljon kembali menyampaikan bahwa berdasarkan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tanggal 23 Maret 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Isinya menegaskan bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam proses pengajuan pra peradilan bagi Tersangka dengan status DPO, Mahkamah Agung perlu memberikan petunjuk sebagai berikut .
Pertama, dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status DPO, maka tidak dapat diajukan permohonan pra peradilan; Kedua, jika permohonan pra peradilan tersebut tetap di mohonkan oleh penasehat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan pra peradilan tidak dapat diterima; Ketiga, terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum.
“Berdasarkan hal-hal yang telah di uraikan, kami memohon kepada Hakim Tunggal Praperadilan yang memeriksa dan mengadili permohonan pra peradilan ini berkenan memberikan putusan, menerima jawaban Termohon atas Permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh Pemohon secara keseluruhan; Menyatakan menolak atau tidak dapat diterima Permohononan Pra Peradilan yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya,” kata Awaljon membacakan poin-poin petitum.
Selain itu, menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-01/L.5.10/Fd.1/06/2021 tanggal 17 Juni 2021 atas nama Subhi, adalah sah menurut hukum; Menyatakan penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah sah secara hukum.
“Menyatakan sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Pemohon,” tandasnya.
Usai pembacaan tanggapan, Partono, hakim tunggal pra peradilan, memberikan kesempatan kepada pihak pemohon praperadilan menanggapi dengan menyampaikan replik pemohon pra peradilan. “Silakan kepada kuasa hukum pemohon menyiapkan repliknya atas jawaban termohon Kejaksaan Negeri Jambi,” katanya.
Setelah sidang dibuka kembali sekitar pukul 14.00 Wib, kemarin (13/7), Indra Cahaya, kuasa hukum Subhi, menegaskan, tetap membantah penetapan tersangka terhadap kliennya. Menurut dia, tindak pidana korupsi harus ada hasil audit dari BPK, yang lain tidak boleh.
“Mengenai prematur, kita bukan menolak ditetapkan tersangka, ikuti prosedur karena itu harus ada audit BPK, surati BPK. Mengenai kewenangan mengajukan pra peradilan, saya bantah, karena kami mengajukan pra peradilan pada tanggal 24 Juni. Pada waktu itu, kami mendapat surat penetapan tersangka, hanya surat SPDP. Oleh karena itu, mereka harus menghormati proses praperadilan, apapun keputusannya,” terangnya.
Lebih lanjut Indra Cahaya menegaskan, dalam pemungutan uang yang disangkakan sebagai hasil korupsi, klinenya tidak pernah menerbitkan surat apa pun. Pertemuan terakhir antara Indra Cahaya dan Subhi, saat tanda tangan kuasa.
“Dia bilang, saya tiga tahun terakhir sebagai kepala dinas mendapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dan nomor tiga terbaik seluruh Republik Indenesia, Kota Jambi. Ada apa ini? Saya ditetapkan (tersangka) yang mungut bukan saya. Yang mungut bendahara, kenapa bendahara ndak jadi tersangka. Yang makai duit juga bukan saya kok. Dia belum cerita soal aliran duit,” pungkasnya. (ira/zen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: