Jangan Ada Lagi Perundungan (Bullying) Anak

Jumat 28-07-2023,18:58 WIB
Reporter : Jambi Independent
Editor : Jambi Independent

Anak-anak yang menjadi korban bullying akan cenderung sulit berinteraksi dengan orang lain, menurunnya prestasi, kehilangan kepercayaan diri, kesehatan mental yang terganggu seperti memiliki gangguan kecemasan, gangguan tidur, gangguan emosi, trauma, keinginan untuk membalas dendam, depresi dan akan muncul kemungkinan para korban melakukan tindakan yang menyakiti diri mereka sendiri (self harm), bahkan mengakhiri hidup (suicidal thought/attempt) seperti kasus-kasus yang telah terjadi. 

Sementara anak-anak yang menjadi pelaku bullying akan terperangkap dalam peran yang ia nikmati dan senangi sehingga mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, tidak memiliki empati, beranggapan bahwa mereka disukai dan disegani, bahkan berpikir bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. 

Jika kita terus menutup mata dan telinga terkait hal ini, maka dapat menimbulkan kenakalan-kenalakan lain di masa yang akan datang. 

Maka, langkah preventif harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan perilaku bullying ini.

BACA JUGA:Beruntung Jika Dapatkan Pasangan Miliki Zodiak ini, Paling Romantis dan Sering Bikin Bahagia 

BACA JUGA:Deretan Zodiak ini Cocok Dijadikan Sahabat Terbaik

Dibutuhkan kolaborasi, inisiasi, dan peran orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh, dll) dalam mencegah terjadinya bullying di sekolah maupun di rumah. 

Edukasi kepada anak-anak sedari dini terkait perilaku bullying yang disesuaikan dengan rentang usia perlu diberikan agar anak mengetahui dampak yang akan terjadi apabila mereka melakukan perbuatan bullying, juga edukasi terkait apa yang harus dilakukan jika menjadi korban bullying. 

Edukasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung seperti melakukan kunjungan ke sekolah oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang, membuat poster terkait bahaya perilaku bullying, dan memberikan pendampingan saat anak-anak menyaksikan acara yang memperlihatkan perilaku-perilaku kekerasan yang kemungkinan akan mereka contoh di kehidupan. 

Selain itu, guru dan orang tua perlu belajar memberikan validasi emosi, simpati, dan empati kepada anak-anak yang menjadi korban agar mereka merasa aman dan nyaman untuk bercerita tentang kegiatan yang mereka lakukan setiap harinya. 

BACA JUGA:Polres Bungo Gelar Jumat Curhat, Keluhan Warga Masalah Banjir dan Pengamanan Lalu Lintas di Depan Sekolah 

BACA JUGA:Terpaksa Harus Berhutang? Ikuti Amalan Ini, Baca Syahadat ini 100 Kali

Terkadang, karena kelelahan akibat aktivitas di kantor yang padat atau banyaknya jumlah murid di sekolah (bagi para guru), membuat kita orang dewasa tidak aware terhadap perilaku anak yang berubah. 

Kita menjadi sulit meluangkan waktu untuk sekedar bertanya dan mendengarkan cerita anak. 

Guru dan orangtua harus belajar untuk menjadi telinga bagi anak-anak dengan cara mendengarkan keluh kesah anak tanpa memotong pembicaraan, tidak menilai dan menghakimi dari sudut pandang orang dewasa, serta yang paling penting adalah berusaha hadir dan menyimak saat mereka mengungkapkan apa yang dirasa. 

Melakukan eye contact selama proses diskusi berlangsung, memberikan sentuhan hangat kepada anak, serta merespon cerita mereka dengan antusias (apapun ceritanya). 

Tags :
Kategori :

Terkait