Oleh karena itu, sangat penting untuk mengelola keuangan dengan bijak dan menghindari terjebak dalam pinjaman ilegal.
Landasan Hukum Pinjaman Online Ilegal
Pernyataan resmi yang mengizinkan ketidakbayaran pinjaman online ilegal seharusnya ditafsirkan dengan hati-hati berdasarkan landasan hukum yang berlaku.
Meskipun pemerintah telah menyatakan bahwa Anda tidak perlu membayar pinjaman ilegal, ada beberapa aspek hukum yang perlu diperhatikan.
BACA JUGA:Deretan Shio yang Anti Terjerat Hutang Pinjol, Terkenal Cerdas dan Komitmen Mengatur Keuangan
BACA JUGA:CNPC Puji Kerja Sama Sektor Energi yang Baik dengan Indonesia
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur bahwa sebuah perjanjian pinjaman dianggap sah jika ada persetujuan saling rela, kemampuan untuk membuat perikatan, tujuan utama tertentu, dan tidak ada maksud terlarang.
Namun, jika salah satu dari empat syarat ini tidak terpenuhi, perjanjian tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.
Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi juga mengatur perjanjian dalam pinjaman online.
Jika perusahaan fintech yang menawarkan pinjaman online tidak memiliki izin dari OJK, mereka melanggar Pasal 47 ayat (1) POJK 77/2016.
BACA JUGA:Kualitas Udara Membaik, Diknas Bolehkan Belajar di Luar Ruangan
BACA JUGA:Ferdi Sambo CS Resmi Dipindah ke Lapas Cibinong
OJK memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan tertulis, memberlakukan denda, membatasi aktivitas bisnis mereka, bahkan mencabut izin mereka sehingga mereka tidak dapat beroperasi lagi.
Berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata, perjanjian yang dilakukan oleh pemberi pinjaman ilegal dan penerima pinjaman dapat dibatalkan jika penyelenggara tidak memiliki izin yang diperlukan.
Namun, yang perlu dibayar adalah pokok utang yang telah dipinjam oleh peminjam.
Jadi, Apakah Harus Dilunasi?