Pembahasan
Formulasi pencapaian tujuan pendidikan nasional dalam praktiknya lebih dominan melatih alam pikiran meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan pendekatan paradigma Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ) (Sutarman et al., 2017).
Namun demikian, dalam prakteknya masih kurang melatih domain rohani peserta didik yang berbasis filosofi transedental.
Dilihat dari penyimpangan perilaku tersebut, sebagian besar dilakukan oleh orang yang berpendidikan, yang memiliki pengetahuan dan kecerdasan.
BACA JUGA:Lebaran Banyak Makan Berlemak, Ini Tips Cegah Kolesterol saat Hari Raya
BACA JUGA:Menyusul Sang Kakak Kembar, Penyanyi Melitha Sidabutar Tutup Usia di 23 Tahun
Tetapi perilaku menyimpang tersebut, meskipun seseorang yang menunjukkan ketaatan beribadah, shalatnya rajin, seperti beribadah di tempat ibadah kemudian keluar dari tempat ibadah mereka melakukan perilaku yang tidak terpuji (Imam Suprayogo, 2018).
Berdasarkan kebijakan pendidikan nasional secara antologi dipengaruhi oleh konsep dikotomis pendidikan umum dan Islam, kebijakan Pendidikan umum lebih diperangaruhi oleh konsep Pendidikan Barat yang melihat peserta didik sebagai sosok yang merdeka dengan potensi yang dimilikinya.
Sedangkan konsep Pendidikan Islam (Timur) memandang peserta didik adalah Makhluk Allah dan social yang memiliki potensi sesuai fitrahnya (Mustafa: 2007).
Perbedaan utama pandangan Barat memandang manusia dilihat sebagai tubuh, akal, atau otak, sedangkan Islam memandang manusia terdiri dari tubuh, akal dan hati nurani (qalb), sedangkan pandangan Barat dan Islam secara epistimologi juga menunjukan ketidaksamaan.
BACA JUGA:Fajar/Rian Melaju ke 16 Besar Piala Asia 2024
BACA JUGA:Sayur Labu Menu Lebaran yang Wajib Ada, Pakai Lontong Nikmatnya Tiada Tara
Epistimologi Barat hanya percaya pada panca indra (empirisme) dan akal (rasionalisme), sedangkan konsep pendidikan Timur (Islam) selain fisik, akal dan otak juga meyakini intuisi yang berakar pada ruh (Sri Austi A. Samad, 2015; Harun Nasution: 2002).
Konsep dasar dalam model kecerdasan IQ, EQ, dan SQ dan ESQ masih memanfaatkan dasar kecerdasan material (otak), bukannya didasarkan pada kecerdasan immaterial (ruh).
Akibatnya, kita tidak dapat mempertimbangkan istilah 'roh' (hasil spiritual) dan ruh (ruhani quotient) sebagai satu dan sama.
Tidak seperti 'roh', menurut Islam, ruh tidak pernah dan tidak akan pernah bisa dipisahkan dari aspek keilahian (Al-Jauziyah, 2015).